REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadiv Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumber Daya Administrasi Bakti sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Penyedia, Gumala Warman mengungkap ulah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif di kasus dugaan korupsi BTS 4G. Gumala menyebut Anang lah yang menginstruksikan agar dokumen tahapan prakualifikasi diserahkan secara manual.
Hal itu dikatakan Gumala dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (3/8/2023). Pernyataan Gumala diawali pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal penggunaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)/ARIBA di Bakti.
"Bahwa pengadaan untuk saat ini pada umumnya menggunakan sistem elektronik. Terinformasi juga untuk pengadaan Bakti itu memakai SPSE ARIBA. Apakah dalam memasukan dokumen prakualifikasi itu menggunakan sistem elektronik ARIBA?" tanya JPU dalam sidang tersebut.
"Tidak," jawab Gumala.
"Terus prosesnya seperti apa?" timpal JPU.
"Manual atau offline pak jaksa. Kita menerima penyampaian dokumen di kantor Bakti dengan menentukan waktu penerimaan paling lama pukul 05.00 tanggal berapa saya lupa. Jadi, tim pokja menerima dokumen dengan waktu yang kita tentukan," jawab Gumala.
Gumala menyebut Bakti tidak menggunakan SPSE ARIBA bukan karena kendala teknis. Hal itu terjadi atas arahan bosnya yaitu Anang Achmad Latif.
"Apakah ada kendala pada sistem itu?" tanya JPU.
"Sistem pada saat itu tidak ada kendala, cuma arahan pak Anang waktu itu mempertimbangkan kestabilan sistem," jawab Gumala.
"Siapa yang mengarahkan?" cecar JPU.
"Pak Anang," jawab Gumala.
Gumala mengklaim tak ada larangan untuk menggunakan metode manual saat prakualifikasi. Hal itu berdasarkan Peraturan Direktur Utama Bakti Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Infrastruktur BTS dan Pendukungnya dalam Rangka Transformasi Digital.
"Kalau kita mengacu Perdirut 7/2020 memang online hanya diterapkan untuk tender. Prakualifikasi tidak mengharuskan dengan elektronik," ucap Gumala.
JPU tetap berkeyakinan metode manual tidak dibolehkan dalam tahapan tersebut. Dalam dakwaan terhadap Anang Latif, JPU menyebut Perdirut 7/2020 dibuat demi melegitimasi persyaratan atau kriteria pemilihan pemenang kegiatan yang dibuat tanpa kajian.
"Nah, bagaimana proses kenapa itu dibolehkan padahal Perdirut yang lama melarang," tanya JPU.
"Yang saya sampaikan tadi pak jaksa pertimbangan kestabilan sistem dengan banyaknya dokumen yang di-submit ke kita," jawab Gumala.
Diketahui, Johnny G Plate Dkk didakwa merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kerugian ini muncul dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 yang melibatkan Johnny dan lima terdakwa lainnya.
Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan pada 27 Juni 2023.
Atas tindakan tersebut, JPU mendakwa Johnny Plate, Anang dan Yohan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.