REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menepis kekhawatiran bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) akan mengembalikan militerisme era Orde Baru (Orba). Utut meyakini revisi UU TNI tetap menjunjung supremasi sipil.
Hal itu disampaikan Utut setelah Komisi I menggelar rapat bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan kepala staf angkatan. Dalam rapat itu, Agus menjamin TNI menghargai supremasi sipil.
"Prinsip besarnya panglima TNI menjamin bahwa supremasi sipil tetap harus diutamakan dalam negara demokrasi," kata Utut pada Kamis (13/3/2025).
Utut menyampaikan, Komisi I sudah mengundang kelompok masyarakat sipil guna membahas revisi UU TNI. Menurutnya, ketakutan masyarakat mengenai hidup laginya militerisme ala Orba tak akan terjadi.
"Beberapa teman dari LSM kita semua sudah undang. Ada Setara, Imparsial, mereka takut akan kembalinya dwifungsi ABRI seperti zaman Orba. Kalau hemat orang kayak saya, itu semua bisa dipagari melalui undang-undang," ujar politikus PDIP itu.
Utut menilai, sebuah bangsa tidak akan mengalami kemunduran. Utut mencontohkan Rusia yang tak lagi menganut paham komunis di masa sekarang.
"Saya minta maaf saya jauh lebih tua dari adek-adek (LSM) sekalian, enggak ada yang bisa mengembalikan jarum jam. Di Soviet, yang tua-tua masih sebagian ingin kembali ke komunis, tapi nggak bisa," ujar Utut.
Di sisi lain, Utut menyampaikan pembahasan revisi UU TNI akan dilakukan cermat. Utut ogah memberi kepastian pembahasannya akan memakan waktu lama atau sebentar.
"Kalau kita mengerjakan undang-undang itu harus saksama. Mulai dari konsep, ini kan kalo usia pensiun berkaitan dengan keuangan negara, kalau penambahan resminya kan lima. Tapi kalau yang sebenarnya sudah jalan itu kan hanya tambahan satu. Karena kalau di Bakamla dari dahulu selalu TNI AL, BNPB selalu di TNI AD, satu lagi dimana? Pokoknya ada lima itu, yang memang betul-betul baru di kelautan dan perikanan," ujar Utut.
Tercatat, dalam Pasal 47 UU TNI sekarang menjelaskan hanya ada 10 lembaga dan kementerian yang bisa diduduki prajurit TNI aktif. Yakni kantor bidang koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Tapi dalam usul revisi UU TNI terbaru terdapat tambahan lima lembaga yakni kelautan dan perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung.