REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Jakarta mendapatkan sorotan usai membongkar tenda peserta aksi di Gerbang Pancasila Gedung DPR, Rabu (9/4/2025). Tindakan petugas dinilai berlebihan lantaran aksi itu dilakukan secara damai.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan, pihaknya telah menegur Kepala Satpol PP Provinsi Jakarta atas tindakan para petugasnya. Ia mengaku kecewa dengan tindakan yang dilakukan petugas Satpol PP kepada para peserta aksi yang tengah menyampaikan aspirasi di ruang publik.
"Tadi malam saya langsung menegur Kepala Dinas terkait, dan saya sungguh sangat kecewa. Bagi saya pribadi, enggak boleh terjadi Satpol PP melakukan it. Itu bukan tugas Satpol PP," kata dia di Jakarta International Velodrome, Kamis (10/4/3025).
Menurut dia, Satpol PP tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan aksi yang dilakukan masyarakat. Ia pun tidak ingin petugas Satpol PP kembali melakukan hal serupa di kemudian hari.
"Intinya enggak boleh terjadi lagi," ujar Pramono.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP Provinsi Jakarta Satriadi Gunawan mengatakan, pihaknya akan mengedepankan pendekatan dialogis dalam menangani aksi demonstrasi di masa mendatang. Dengan begitu, aksi serupa ke depannya diharapkan tidak kembali terjadi.
"Kami menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa yang terjadi dalam aksi di DPR pada Rabu sore. Kami akan lebih mengedepankan dialog untuk menangani situasi serupa," kata dia melalui keterangannya.
Diketahui, petugas Satpol PP membongkar sejumlah tenda di Gerbang Pancasila Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu sore. Pembongkaran tenda itu dilakukan setelah petugas memberikan imbauan kepada para peserta aksi.
Kepala Satpol PP Jakarta Pusat Tumbur Parluhutan Purba mengatakan, pembongkaran itu dilakukan setelah adanya aduan dari masyarakat. Dalam aduan itu, keberadaan tenda tenda peserta aksi dinilai mengganggu kenteraman dan ketertiban umum serta estetika kota.
Karena itu, Satpol PP melakukan pembongkaran tenda-tenda peserta unjuk rasa. Apalagi, tenda itu didirikan di atas trotoar, sehingga dinilai menghambat aktivitas pejalan kaki.
"Warga yang unjuk rasa berada di atas trotoar pintu belakang Gedung MPR/DPR, mereka menghambat atau membahayakan aktivitas mereka dan pejalan kaki tidak lewat," kata Tumbur ketika dikonfirmasi, Kamis malam.