REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menjelaskan alasannya karena kedua terdakwa telah meminta maaf dan menyesali perbuatan.
"Dituntut hanya 1 tahun karena pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan, kedua yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan secara dipersidangan menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan meminta maaf institusi kepolsian, institusi Polri itu tercoreng," kata JPU Ahmad Patoni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6).
JPU Kejari Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan, karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat. Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider dari pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Jadi gini Pasal 355 (dakwaan primer) dia harus mempersiapkan untuk melukai orang itu sudah ada niat dari awal sedangkan di fakta persidangan dia tidak ada niat untuk melukai tapi hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang yaitu Novel Baswedan, alasannya dia (Novel) lupa dengan institusi, menjalankan institusi (Polri)," tambah Patoni.
Menurut Patoni, Ronny maupun Rahmat awalnya ingin menyiram badan Novel tapi ternyata mengenai mata. "Maka kemudian pasal yang tepat adalah di Pasal 353 soal perencanaan, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Berbeda dengan pasal 355, kalau pasal 355 dari awal sudah menargetkan dan dia lukai tuh sasarannya, sedangkan ini dia tidak ada (niat) untuk melukai," jelasnya.
Ahmad Patoni juga mengatakan Ronny dan Rahmat tidak mendapat perintah untuk melukai Novel. Patoni mengatakan, hal itu berdasarkan fakta persidangan, dimana tidak pernah muncul fakta penyerangan tersebut diperintakan oleh seseorang.
"Sampai pada saat pemeriksaan saksi terhadap Novel pun, tidak pernah muncul kalau ada perintah mengarah kepada terdakwa untuk melakukan penyiraman," katanya.
Motif utama kedua terdakwa menurut Patoni adalah karena Novel menghancurkan citra institusi Polri. "Motifnya banyaklah, masalah apa saja tidak hanya burung walet ada juga yang lain, yang jelas karena institusi Polri merasa dihancurkan oleh Novel," ungkap Patoni.
Novel Baswedan sendiri saat dihubungi mengaku prihatin terhadap tuntutan ringan tersebut. "Mau dibilang apa lagi, kita berhadapan dengan gerombolan bebal," kata Novel.
Novel pun mengaku sebagai korban mafia hukum. Novel menilai sejak awal tahu bahwa persidangan tersebut sekadar formalitas. "Hari ini terbukti persepsi yang ingin dibentuk dan pelaku dihukum ringan. Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tindak Pidana Korupsi tapi jadi korban praktik lucu begini, lebih rendah dari orang yang menghina Pak Jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak, mengagumkan," kata Novel.