Selasa 06 Jan 2015 23:59 WIB

Ustaz Erick Yusuf: Iklan Rokok Mesum Bentuk Intepretasi Berbahaya

Rep: c97/ Red: Agung Sasongko
Iklan rokok yang dinilai berbau mesum di papan reklame. Iklan ini sudah muncul di sejumlah kota, seperti Bandung, Cirebon, dan Jakarta.
Foto: IST
Iklan rokok yang dinilai berbau mesum di papan reklame. Iklan ini sudah muncul di sejumlah kota, seperti Bandung, Cirebon, dan Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iklan suatu produk seharusnya tidak memunculkan interpretasi negatif. "Seharusnya iklan tidak memancing interpretasi yang tidak-tidak. Ini bisa berbahaya," tutur Ustaz Erick Yusuf pada ROL, Selasa (6/1).

Sebab dampak iklan sendiri, kata ustaz seperti dzikir. Semakin lama didengung-dengungkan, makka ia akan masuk ke dalam alam bawah sadar masyarakat.

“Jika sudah masuk ke dalam alam bawah sadar, masyarakat akan terdorong untuk melakukan hal serupa sebagaimana interpretasi yang diciptakan oleh iklan tersebut,” ungkap Ustaz Erick. Ia pun menjelaskan bahwa iklan sebenarnya memiliki aturan yang harus ditaati. Salah satunya dari sisi etika dan estetika.

Sedangkan seruan publik produk rokok tersebut nyaris tidak memenuhi unsur peraturan etika yang ada dan bertentangan dengan nilai islam. Hal ini jelas berbahaya, khususnya bagi generasi muda. “Untung saja Bandung adalah kota yang cukup religius, sehingga iklannya bisa langsung dicabut,” kata Ustaz Erick.

Ia menjelaskan pentingnya peran masyarakat dalam mengawasi dunia periklanan. Ustaz Erick berpandangan bahwa media sosial bisa menjadi salah satu alat control paling ampuh. Sebab melalui medsos-lah masyarakat bisa saling berbagi informasi dan ikut memberikan masukan mana iklan yang baik dan tidak.

“Ke depannya kita harus saling mengingatkan jika ada kasus-kasus seperti ini lagi. Saya pikir upaya masyarakat sangat baik dalam memberikan masukan pada produsen rokok. Ya kita bisa saling memberikan peringatan tanpa harus demo kan,” papar Ustaz Erick. Menurutnya langkah masyarakat seperti ini lebih demokratis dan harus ditingkatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement