Jumat 23 Aug 2024 08:35 WIB

Akademisi: PKPU Paling Krusial Usai RUU Pilkada Batal

KPU perlu berkonsultasi dengan DPR RI untuk merevisi PKPU.

Mahasiswa yang tergabung dalam Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melakukan sholat di depan Gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut sebagai penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi.
Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Mahasiswa yang tergabung dalam Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melakukan sholat di depan Gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut sebagai penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menyebut usai pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada) batal maka yang paling krusial saat ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Yang paling krusial itu memang PKPU kalau dalam konteks yang kita bicarakan hari ini," kata Aditya saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Sebab, kata dia, KPU perlu berkonsultasi dengan DPR RI, dalam hal ini Komisi II DPR RI untuk merevisi PKPU guna menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "PKPU kan harus ada persetujuan dari RDP (rapat dengar pendapat) dengan Komisi II DPR, jadi itu yang disampaikan oleh Ketua KPU," ucapnya.

Untuk itu, dia meminta publik menunggu hasil akhir KPU memutuskan PKPU terkait putusan MK setelah lembaga penyelenggara pemilu itu berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI dalam waktu dekat.

"Cuma masalahnya ini kita menunggu keputusan KPU-nya bagaimana merespons ini, meskipun KPU sendiri juga merespons bahwa iya akan mengikuti putusan MK," ucapnya.

Ia lantas berkata, "Jadi kita tunggu saja besok apakah memang ada persetujuan itu sehingga kemudian kita akan bisa lihat bahwa putusan MK yang dimaksud itu diakomodir semuanya atau memang ada dinamika tersendiri yang terjadi."

Adapun terkait pembatalan pengesahan RUU Pilkada oleh DPR RI pada Kamis ini, ia menilai bahwa DPR RI mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang banyak menyatakan penolakan terhadap RUU tersebut.

"Saya pikir itu kan jadi pertanda bahwa DPR mempertimbangkan dari apa yang disampaikan kepada publik, apa yang terjadi hari ini mungkin jadi pertimbangan serius, dan menurut saya itu jadi sesuatu yang penting," kata dia.

Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dan komunikasi untuk menyegerakan pembahasan konsultasi dengan Komisi II DPR RI.

Menurut dia, rapat dengar pendapat (RDP) bakal dilakukan pada Senin (26/8), satu hari sebelum pendaftaran calon kepala daerah dibuka.

“Konsultasi yang sifatnya RDP itu Senin. Kita tadi sudah sampaikan dan sudah berkoordinasi untuk materi yang sudah kita sampaikan draf dan seterusnya,” ucap Afif di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan pengesahan RUU Pilkada batal dilaksanakan. Dia memastikan, pendaftaran calon kepala daerah pada 27 Agustus 2024 bakal menerapkan putusan Mahkamah Konstitusi.

Rapat Paripurna Ke-3 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023—2024 dengan agenda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang rencananya digelar pada hari Kamis pagi ini ditunda karena jumlah peserta rapat tidak mencapai kuorum.

Walaupun demikian, massa dari berbagai pihak menggelar unjuk rasa di area kompleks parlemen itu sejak siang hingga petang. Situasi unjuk rasa pun sempat memanas karena gerbang depan dan belakang kompleks parlemen pun telah jebol.

RUU Pilkada menuai pro dan kontra karena dinilai dibahas secara singkat pada Rabu (21/8) oleh Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah. Pasalnya pembahasan itu dinilai tak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang diputuskan pada Selasa (20/8) terkait dengan pilkada, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement