Jumat 30 Aug 2024 19:28 WIB

Guru Besar Unpad: Rencana DPR Evaluasi MK Membahayakan

Menurut Prof. Susi, rencana evaluasi oleh DPR bisa mengancam independensi MK.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti (tengah).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Susi Dwi Harijanti menilai rencana DPR RI untuk mengevaluasi Mahkamah Konstitusi dapat mengancam independensi lembaga pengadilan tersebut. Prof. Susi menyampaikan pendapat tersebut ketika menanggapi Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung yang mengemukakan rencana evaluasi pascaputusan MK mengenai ambang batas pencalonan dan batas umur calon kepala dan calon wakil kepala daerah.

"Kalau terjadi balasan-balasan semacam ini melalui evaluasi, independensi Mahkamah Konstitusi itu dalam posisi bahaya. Ketika independensi Mahkamah Konstitusi dalam posisi bahaya karena diserang terus oleh lembaga politik, itu terjadi politicization of the judiciary, politisasi lembaga pengadilan," kata Prof. Susi saat dihubungi, Kamis (30/8/2024).

Baca Juga

Padahal, kata dia, berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, jaminan kemerdekaan atau independensi MK sudah dijamin di dalam UUD NRI Tahun 1945.

"Dan itu membahayakan. Karena apa? Hanya pengadilan yang bisa melindungi hak-hak warga negara, dan kepada siapa lagi kita bisa meminta keadilan kalau bukan kepada lembaga pengadilan?" ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa MK didirikan dengan tujuan utama untuk menjamin sistem politik yang demokratis serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Oleh sebab itu, dia mengingatkan bahwa MK menegakkan keadilan dalam konteks Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, dan bukan mengambil porsi DPR serta Pemerintah selaku pembuat undang-undang.

"Ya 'kan Mahkamah punya alasan, yaitu ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi peserta pemilihan umum. Apalagi, Mahkamah Konstitusi menurut Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945 itu 'kan dia menegakkan hukum dan keadilan, bukan hanya semata-mata menegakkan hukum, melainkan juga menegakkan keadilan," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement