Sabtu 13 Dec 2025 14:56 WIB

Mahfud: Peraturan Polri Tempatkan Polisi di 17 Kementerian/Lembaga Bertentangan dengan Putusan MK

Perpol 10/2025 juga dinilai Mahfud bertentangan dengan UU ASN.

 Mahfud MD
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Mahfud MD mengatakan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Peraturan Kepolisian Negara (Perpol) RI Nomor 10 Tahun 2025 mengatur tentang pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur organisasi Polri, terutama di 17 kementerian/lembaga.

“Perpol Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, anggota Polri jika akan masuk ke institusi sipil, maka harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” ujar Mahfud saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (13/12/2025).

Baca Juga

Selain itu, Mahfud mengatakan Perpol tersebut bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengatur jabatan ASN dapat diisi oleh anggota TNI maupun Polri sesuai dengan UU TNI ataupun UU Polri.

“UU TNI memang menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI, sedangkan UU Polri sama sekali tak menyebut adanya jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota Polri, kecuali mengundurkan diri atau minta pensiun dari dinas Polri. Jadi, Perpol itu tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya,” kata mantan Ketua MK tersebut menegaskan.

Kemudian dia menyatakan hal itu menjadi salah bila Polri memandang sudah menjadi sipil, sehingga dapat masuk ke institusi sipil mana pun.

“Itu tidak benar sebab semua harus sesuai dengan bidang tugas dan profesinya. Misalnya, meski sesama dari institusi sipil, dokter tidak bisa jadi jaksa, dosen tidak boleh jadi jaksa, atau jaksa tak bisa jadi dokter,” ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tersebut.

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement