Rabu 19 Nov 2025 17:44 WIB

Jimly Asshiddiqie: Tidak Harus Semua Polisi Dipensiunkan Dini atau Ditarik dari Jabatan Sipilnya

Putusan MK harus dibahas dalam kerangka pikir yang ideal demi perbaikan Polri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie saat sesi wawancara khusus dengan Republika di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Foto: Edwin Putranto/Republika
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie saat sesi wawancara khusus dengan Republika di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri, dan semua pihak, termasuk pemerintah harus bijaksana dalam menyikapi, dan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 114/PUU-XXIII/2025. Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan, putusan konstitusional yang melarang anggota-anggota kepolisian aktif menduduki jabatan sipil di luar struktur Polri itu harus dipandang sebagai upaya MK memberikan norma, sekaligus panduan untuk operasionalitas dalam pengisian jabatan di kementerian ataupun kelembagaan.

Menurut Jimly, tak perlu diperdebatkan apakah putusan MK itu bersifat retroaktif atau berlaku surut, atau mutlak prospektif yang hanya berdampak mendatang pascaputusan. Karena kata Jimly, masalah putusan MK berlaku surut, ataupun tak dapat berlaku ke belakang bercorak tentatif alias tak mutlak.

Baca Juga

Jimly, yang merupakan mantan Ketua MK itu menerangkan, prinsip dalam keberlakuan undang-undang (UU) termasuk perubahannya, pun yang karena putusan MK sifatnya berlaku mendatang, atau prospektif, atau nonretroaktif, tidak berlaku surut.

“Tetapi larangan retroaktif (berlaku surut) itu, hanya mutlak dalam bidang hukum pidana,” kata Jimly kepada Republika, Rabu (19/11/2025).

Sementara putusan MK yang mengubah beberapa klausul dalam UU 2/2002 tentang Polri hanya menyangkut soal praktik penugasan, dan jabatan yang menurut Jimly, ranah tersebut terkait soal hukum adiministratif. Dan setiap UU, maupun perubahannya, termasuk karena putusan MK yang menyangkut hukum administratif sifatnya dapat retroaktif, atau prospektif yang tak wajib.

“Dalam praktik sistem hukum administrasi, yang berkenaan dengan jabatan, (retroaktif) tidak mutlak diharamkan ataupun diwajibkan,” kata Jimly.

Karena itu, daripada berdebat soal putusan MK yang melarang anggota kepolisian aktif merangkap jabatan sipil di luar stuktur Polri itu apakah dapat diterapkan ke belakang atau tidak, lebih baik kata Jimly, membahas soal dampak dari putusan MK tersebut dalam kerangka pikir yang ideal demi perbaikan institusi Polri. “Dampak putusan MK itu, sebaiknya dikaji dengan baik-baik untuk implementasinya,” ujar Jimly.

photo
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie, bersama para anggotanya memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025). - (Republika/Prayogi)

Jimly, yang juga profesor Hukum Tata Negara (HTN) itu melihat ada dua topik utama yang harus dikaji sebagai respons putusan MK itu. Pertama, kata Jimly putusan MK tersebut harus mengubah peraturan pelaksana UU Polri. Terutama peraturan-peraturan pelaksana mengenai penempatan, maupun penugasan anggota-anggota Polri.

“Peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), termasuk Peraturan Kapolri (Perkapolri) terkait harus diubah dan diperbaiki,” kata Jimly.

Kedua, kata dia, pelaksanaan putusan MK tersebut mewajibkan Polri untuk mengoreksi semua penugasan para anggotanya pada jabatan-jabatan sipil.

Menurut Jimly, dalam koreksi tersebut Polri harus menginventarisasi semua penugasan para anggotanya itu agar sesuai dengan putusan MK.

“Keadaan riil di lapangan, menyangkut personalia yang sudah menduduki jabatan yang dapat dibedakan antara, jabatan yang berhubungan langsung dengan tugas Polri, dan jabatan yang tidak langsung berhubungan (dengan Polri), dan jabatan yang sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan tugas Polri tetapi atas permintaan yang Kapolri mengizinkan,” kata Jimly.

Dari koreksi atas inventarisasi keadaan tersebut, menurut Jimly akan mendapati satu kesimpulan bagi Polri untuk mempertahankan, atau mempensiunkan, atau menarik anggota-anggota kepolisian yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil tersebut.

“Tidak harus semua (anggota Polri) dipensiunkan dini, atau ditarik dari jabatannya. Atau tidak perlu juga ngotot dalam penerapan prinsip nonretroaktif yang mutlak (menyikapi putusan MK tersebut). Karenanya perlu kita mengambil kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan putusan MK itu, yang memuat politik hukum, yang memberi arahan dan panduan konstitusional dalam kebijakan operasionalitas pengisian jabatan,” ujar Jimly.

Jimly percaya, Kapolri Listyo Sigit Prabowo sudah mengetahui apa yang mestinya dilakukan untuk melaksanakan putusan MK tersebut demi perbaikan pada institusi kepolisian itu sendiri. “Jadi sebaiknya percayakan saja kepada Kapolri untuk menjalankan undang-undang beserta perubahan-perubahannya dengan sebaik-baiknya,” sambung Jimly.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement