REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ijazah palsu menjadi salah satu isu yang mencuat dalam belanja masalah yang digelar Komisi Percepatan Reformasi Polri. Polemik kasus itu dinilai sebagai masalah serius di Indonesia saat ini.
Komisi bikinan Presiden Prabowo Subianto untuk reformasi kepolisian, pada Rabu (19/11/2025) kembali menggelar forum diskusi dengan sejumlah kalangan dan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk menginventarisir masalah-masalah mengenai Polri untuk dijadikan bahan rekomendasi perubahan institusi sipil bersenjata itu.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Profesor Jimly Asshiddiqie mengatakan, dalam gelaran kedua belanja masalah tersebut turut hadir sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai ormas, termasuk para influencer, dan konten kreator, juga para aktivis sipil, juga kalangan purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), maupun Angkatan Udara (AU).
“Dalam diskusi, salah satu topik yang mencuat adalah soal dugaan ijazah palsu,” kata Jimly, dalam siaran pers, Rabu (19/11/2025). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, persoalan ijazah palsu belakangan memang menjadi polemik dari akar rumput, sampai kalangan elite. Kata Jimly, masalah ijazah palsu, pun belakangan berujung pada proses hukum. “Ijazah palsu ini, masalah serius di Indonesia. Banyak dipakai untuk persaingan politik,” kata Jimly.
Dia mengingat, selama menjadi hakim konstitusi, banyak persoalan ijazah-ijazah palsu yang muncul menjadi gugatan, bahkan pidana. Dalam diskusi belanja masalah untuk reformasi Polri, kata Jimly masalah ijazah palsu ini mengerucut pada mekanisme penyelesaian hukum di kepolisian yang belakangan-belakangan ini muncul.
Menurut Jimly, perlu adanya terobosan hukum yang dilakukan oleh kepolisian untuk masalah pidana menyangkut ijazah-ijazah palsu dituntaskan lewat mekanisme di luar penegakan hukum. “Mediasi penal bisa menjadi salah satu alternatif penyelesaian kasus, sepanjang kedua pihak bersedia mengikuti mekanisme-mekanisme yang berlaku,” ujar Jimly.
Kata Jimly, semua masukan ide dan wacana, maupun saran, serta kritik dari semua kelompok masyarakat akan ditampung oleh Komisi Percepatan Reformasi Polri yang saat ini masih melakukan proses belanja permasalahan. Selanjutnya, kata Jimly, forum-forum serupa juga akan digelar untuk melakukan hal yang sama.
Namun kata Jimly, karena keterbatasan waktu masa tugas, dan luasnya sebaran kelompok-kelompok masyarakat Komisi Percepatan Reformasi tak mungkin bisa mengakomodasi pertemuan untuk belanja masalah Polri itu.
Sebab itu, pada Rabu (19/11/2025), kata Jimly, Komisi Percepatan Reformasi Polri membuka jaringan komunikasi untuk menampung semua aspirasi masyarakat untuk perubahan Polri tersebut. Yaitu melalui saluran WhatsApp di 0813-1797-771. Kata Jimly, semua masukan, saran, ide, serta gagasan, pun bahkan kritik untuk perubahan Polri akan menjadi belanja masalah Komisi Percepatan Reformasi Polri dalam memberikan rekomendasi akhir kepada Presiden, maupun kepada Polri sebagai akhir tugas tim tersebut.
“Bahwa Komisi Reformasi Kepolisian belum mengeluarkan rekomendasi apapun. Karena saat ini baru memasuki tahap pertama dari masa kerja. Bulan pertama ini, kami lebih banyak membuka telinga untuk mendengarkan semua ide, saran, masukan, dan kritik terkait permasalahan Polri. Banyak masukan yang membuat kami lebih memahami, dan semuanya akan kami petakan untuk percepatan reformasi Polri,” kata Jimly.