REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Dessy Suciati Saputri
Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memutuskan menerima putusan majelis hakim terhadap terdakwa Bharada Richard Eliezer (RE) di kasus pembunuhan berancana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana mengatakan pihaknya menerima hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Richard.
Fadil mengatakan, putusan hakim tersebut sudah memberikan keadilan bagi semua pihak. Sebab itu, kata dia, jaksa penuntut umum (JPU) tak perlu melakukan perlawanan hukum.
“Kami menyatakan tidak banding dalam perkara Richard Eliezer ini,” begitu kata Fadil di Kejagung, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
“Dengan begitu, inkrahlah keputusan hukum terhadap Richard Eliezer ini,” ujar Fadil, menambahkan.
Majelis hakim menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan terhadap Richard selaku terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Hukuman hakim tersebut, sebetulnya lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam rekusitornya meminta majelis hakim menghukum Richard selama 12 tahun. Akan tetapi, hakim mengabulkan permohonan terdakwa Richard sebagai justice collaborator (JC), atau saksi-pelaku. Hal tersebut yang membuat majelis hakim meringankan hukuman.
Fadil menjelaskan sejumlah pertimbangan hukum, maupun nonyuridis mengapa kejaksaan menerima putusan hakim terhadap Richard. Dalam perspektif hukum, jaksa mutlak sebagai pihak yang berhak banding.
Tetapi ada pertimbangan hukum lainnya setelah menelaah isi putusan hakim. Fadil mengatakan putusan hakim sudah sesuai dengan dakwaan jaksa. Fadil mengacu pendakwaan Pasal 340 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Dakwaan jaksa dalam putusan hakim dinyatakan terbukti.
“Bahwa hakim dalam putusannya mengambil alih semua fakta-fakta hukum yang ada dalam dakwaan jaksa,” kata Fadil.
Terkait putusan yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, hal tersebut pun tak menjadi persoalan. Karena Fadil mengatakan, hakimlah yang memiliki kewenangan dalam berat-ringannya pemberian hukuman terhadap terdakwa.
Fadil menilai, hukuman ringan untuk Richard tersebut sudah memberikan keadilan bagi semua pihak. “Sehingga kami menghormati, dan menerima keputusan hakim yang telah mewujudkan keadilan substantif yang dapat diterima oleh semua pihak dalam perkara ini,” kata Fadil.
Adapun pertimbangan lain yang membuat jaksa tak banding adalah terkait alasan nonyuridis. Kejaksaan mencermati respons dari semua pihak atas perjalanan kasus sampai penjatuhan pidana terhadap Richard. Terutama dari pihak keluarga Brigadir J.
Fadil mengatakan, hukum tak tertulis di masyarakat menempatkan ‘maaf’ sebagai realitas tertinggi dalam memberikan penjeraan perbuatan pidana. Kejaksaan melihat adanya permintaan maaf dari Richard sebagai terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J. Dan permintaan maaf itu, Fadil menilai dilakukan dengan jujur, dan ketulusan.
Menurut Fadil, keluarga Brigadir J sebagai korban, memperlihatkan reaksi positif dalam pemberian maaf. Bahkan kata Fadil, orang tua Brigadir J memberikan dukungan moril terhadap Richard sebagai terdakwa yang terpaksa melakukan perampasan nyawa anaknya.
Permintaan maaf dari Richard, dan disambut ‘pengampunan’ dari Keluarga Brigadir J, menurut Fadil merupakan realitas hukum tertinggi yang tak tertulis. Sehingga dikatakan dia, putusan hukum terhadap Richard tersebut dapat diterima oleh semua pihak.
“Karena itu inkrahlah putusan ini sehingga mempunyai kekuatan hukum tetap dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa kata maaf, korban ikhlas, dan ini sudah diwujudkan dalam pernyataan memberikan maaf oleh orang tua korban (Brigadir J),” terang Fadil.
Jaksa dalam perkara ini, kata Fadil sebagai representasi dari korban, masyarakat dan negara, menjadi tak relevan jika tetap mengharuskan untuk melawan putusan majelis hakim tersebut. "Sehingga kami menyatakan tidak banding atas perkara Richard Eliezer ini," ujar Fadil.
Ini spt fitnah kpd Mendagri dan Wamenkum-HAM. Nyatanya draf isi RKUHP bhw hukuman mati bs diubah seumur hidup sdh disepakati ber-tahun2 sblm ada kasus Sambo. Lg pula RKUHP baru berlaku 3 thn lg. Dan mnrt RKUHP itu perubahan hukuman hrs ada dlm vonis hakim. Di vonis tdk ada kok. pic.twitter.com/G4kMtohDIY
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) February 16, 2023