Kamis 01 Sep 2022 19:48 WIB

Swing Voters di Pemilu 2024 dan Elektabilitas Terkini Parpol-Parpol

Ada partai raihan suaranya stabil, ada partai yang terancam tak lolos ke Senayan.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) menerima cenderamata dari Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto saat pendaftaran peserta Pemilu 2024, beberapa waktu lalu. Menurut survei SMRC, PDIP menjadi salah satu partai yang stabil raihan suaranya dalam pemilu. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) menerima cenderamata dari Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto saat pendaftaran peserta Pemilu 2024, beberapa waktu lalu. Menurut survei SMRC, PDIP menjadi salah satu partai yang stabil raihan suaranya dalam pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Antara

Fenomena swing voters atau pemilih yang bisa berpindah dari satu partai ke partai lain masih cukup besar terjadi di Pemilu 2024 mendatang. Pemilih mengambang ini bisa mengubah komposisi dukungan partai-partai politik di Indonesia.

Baca Juga

Namun, pakar politik Saiful Mujani menyebut ada dua partai yang memiliki pemilih loyal dan tidak mudah pindah, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Sementara lima partai memiliki pemilih dinamis yakni Partai Gerindra, Golkar, PKB, PKS dan Nasdem. Dan dua partai yang terancam kehilangan kesempatan bertahan di Senayan, yakni PAN dan PPP.

"Dari pemilu ke pemilu, partai yang mendapatkan suara terbanyak bisa berganti-ganti secara ekstrem. Ini disebut sebagai fenomena swing voters. Tapi dalam dua pemilu terakhir, komposisi perolehan suara partai relatif stabil. Hanya saja, ada partai yang hilang, juga ada partai yang melemah," kata Saiful Mujani, Kamis (1/9/2022).

Hal ini ia sampaikan dalam program Bedah Politik bertajuk ”Pergeseran Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2024” pada Kamis, (1/9/2022). Saiful menjelaskan, PDIP misalnya, naik sekitar 1 persen dibanding Pemilu 2014. Artinya, pasti ada partai yang jadi korban, walaupun itu hanya 1 persen. Bisa dilihat bahwa partai yang cukup besar turun suaranya adalah partai Golkar.

"Bersamaan dengan naiknya PDIP, juga bisa dilihat kenaikan yang cukup signifikan pada partai Gerindra. Dilihat dari total suara, pemilih Gerindra lebih banyak dibanding Golkar, walaupun kursi Golkar di parlemen lebih banyak dari kursi Gerindra, karena nilai suara di basis-basis Golkar lebih murah dibanding Gerindra," paparnya.

Hal yang sama juga ada kenaikan suara pada Nasdem, dari 7 persen menjadi sekitar 9 persen. Pada saat yang sama, ada penurunan cukup tajam pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Artinya, menurut Saiful, ada perubahan-perubahan pemilih. Yang tadinya, misalnya, memilih PPP menjadi tidak memilih partai tersebut, pindah ke partai yang lain.

Untuk melihat partai mana yang memiliki pemilih yang loyal dan tidak, SMRC melakukan survei opini publik secara nasional dengan mengajukan pertanyaan pada para pemilih yang ikut Pemilu 2019: “Kalau bapak atau ibu memilih sekarang, partai mana yang akan dipilih?”

"Hasilnya adalah pemilih PDIP di 2019 yang menyatakan akan kembali memilih PDIP sekarang sebanyak 73,9 persen," katanya.

Apakah artinya pemilih PDIP yang lain tidak loyal? Saiful menyatakan belum tentu karena untuk kasus PDIP, tidak ada angka yang signifikan yang pindah ke partai yang lain. Ditemukan ada 2,7 persen pemilih PDIP yang pindah ke Golkar, tapi menurut Saiful, angka itu tidak signifikan secara statistik.

"Pada kasus pemilih PDIP yang tidak menyatakan akan memilih kembali PDIP ini justru lebih banyak masuk ke kelompok yang belum menentukan pilihan atau wait and see, sekitar 16,7 persen. Dibanding dengan partai yang lain, pemilih PDIP relatif stabil,” kata pendiri SMRC tersebut.

Dalam kondisi ini, kata Saiful, jika PDIP berhasil merebut dan menampung perpindahan pemilih dari partai lain, partai berlambang banteng dengan moncong putih ini memiliki potensi untuk mengalami kenaikan suara. Alasannya adalah karena yang menyatakan akan pindah ke partai yang lain sangat tidak signifikan.

Sementara yang menyatakan tidak tahu atau tidak jawab juga relatif normal atau tidak terlalu besar dibanding dengan partai-partai lain, sekitar 16,7 persen. Kemudian, partai kedua yang memilih pemilih yang relatif solid adalah Partai Demokrat.

"Ada 73,6 persen pemilih Demokrat 2019 yang menyatakan akan kembali memilih Demokrat. Yang belum menentukan pilihan cukup kecil, 7,7 persen," terangnya.

Pada 2004, ketika Partai Demokrat muncul dan mendapatkan suara 7 persen, PDIP mengalami penurunan suara yang cukup tajam menjadi sekitar 18 persen. Artinya ada irisan antara pemilih PDIP dan Demokrat. Selain itu, keluarga tokoh utama kedua partai juga berasal dari wilayah yang sama, Jawa Timur. SBY orang Pacitan dan keluarga Soekarno berasal dari Blitar.

In Picture: Komisi II DPR Gelar RDP Persiapan Pemilu 2024

photo
Ketua KPU Hasyim Asyari memberikan paparan saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Rapat tersebut membahas mengenai tindak lanjut pasca terbitnya empat undang-undang tentang pembentukan provinsi di wilayah provinsi Papua/Papua Barat dan implikasinya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Prayogi/Republika - (Prayogi/Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement