Sabtu 11 Jan 2025 19:30 WIB

Jimly Asshiddiqie: Makin Banyak Capres Makin Baik

Jimly tak sepakat bahwa makin banyak Capres akan menyulitkan proses pemilihan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Jimly Asshiddiqie
Foto: AP Photo/Tatan Syuflana
Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Founder Jimly School Of Law and Government (JSLG), Jimly Asshiddiqie mendorong agar setiap anak bangsa berhak mencalonkan diri dalam Pilpres. Jimly menilai akan ada mekanisme alami dalam pengusungan Capres karena perlu dana yang tak sedikit. 

Pernyataan Jimly merespon Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas presiden untuk Pilpres Tahun 2029. Jimly tak sepakat bahwa makin banyak Capres akan menyulitkan proses pemilihan. 

Baca Juga

"Alasan ekonomis nggak bener untuk cegah banyak capres. Karena biaya yang dikeluarkan untuk cetak suara suaranya sama saja, paling lebih panjang sedikit. Jadi makin banyak makin baik. Etnisitas kita banyak untuk apa dibatasi," kata Jimly dalam Ngaji Konstitusi berjudul "Masa Depan Demokrasi Indonesia: Presidential Threshold Paska Putusan MK" yang diadakan JSLG pada Jumat (10/1/2025). 

Jimly menilai makin banyak Capres akan membuat demokrasi makin berkembang. Jimly meyakini penghapusan ambang batas Presiden dapat membuat bakal Capres makin beragam etnisnya. Sehingga  Capres tak hanya didominasi suku tertentu saja. 

"Itu menyalurkan suara boleh keturunan aceh, papua. Soalnya terpilih atau tidak belakangan. Kalau di tingkat kabupaten kota sudah ada biar inklusivisme demokratis makin berkembang," ujar Jimly. 

Walau demikian, Jimly meyakini akan ada mekanisme alami dalam membatasi jumlah Capres. Sebab ajang Pilpres perlu modal  dan tingkat elektabilitas yang tak sedikit. Sehingga Jimly menduga jumlah Capres tak akan mencapai belasan orang. 

"Misal ndak mungkin lebih banyak dari 9 (Capres) karena biayanya mahal Pilpres dan bohir-bohirnya juga ngitung potensi menangnya. Nggak ada orang mau buang uang percuma. Jadi masyarakat akan ngerem sendiri, ada mekanisme kontrol sendiri. Jadi dari jauh hari nggak usah takut kebanyakan. Wong belum dites, belum dicoba. Simpan dulu ketakutan banyak calon," ujar Jimly. 

Sementara itu, Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI) sekaligus Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini meminta agar syarat partai politik peserta pemilihan umum tidak diperberat paska Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas presiden atau Presidential Threshold untuk Pilpres Tahun 2029. 

"Jangan sampai atau tidak perlu ada perubahan syarat partai politik menjadi peserta pemilu. Karena sekarang persyaratan yang ada itu sudah salah satu yang paling berat, paling mahal, paling rumit, paling susah di dunia," kata Titi. 

Sebelumnya, MK menghapus ketentuan ambang batas presiden dalam UU Pemilu dengan mengabulkan perkara Nomor 64/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Diketahui, diskusi hybrid JSLG tersebut dihadiri pula oleh Founder Adikara Cipta Aksa, Geofani Milthree Saragih; Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Jamaludin ghafur; dan Dewan Pakar JSLG, Taufiqurrohman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement