REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Konflik bersenjata antara Kamboja dengan Thailand dinilai merugikan kelompok negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN.
Guru Besar hubungan internasional, Profesor Evi Fitriani mengatakan kontak tembak militer kedua negara meruntuhkan citra komunitas ASEAN yang selama ini memelihara jalur perdamaian dalam setiap penyelesaian konflik. Indonesia dan Malaysia diharapkan dapat membawa Kamboja dan Thailand ke meja perundingan.
“Yang jelas ini (konflik bersenjata Kamboja dan Thailand) sangat merugikan kesatuan ASEAN. Karena sebagai security community seharusnya tidak ada konflik bersenjata antar negara ASEAN,” kata Evi saat dihubungi Republika dari Jakarta, Jumat (25/2025).
Pakar Kebijakan Asia Tenggara itu mengatakan lebih dari setengah abad berdirinya ASEAN, komunitas negara-negara Asia Tenggara itu sepakat meninggalkan opsi-opsi militerisasi dalam penyelesaian konflik sesama anggota.
Selama lebih dari setengah abad itu pula, kata Evi, komunitas ASEAN selalu berhasil menjaga jalur perdamaian dalam penyelesaian konflik sesama negara anggota. “Kalau pun ada konflik (sesama ASEAN), selalu berhasil diselesaikan tanpa kekerasan (senjata militer). Dan itu sesuai dengan TAC (Perjanjian Persahabatan Kerja Sama Asia Tenggara) 1976. Tetapi kali ini (antara Kamboja dan Thailand) malah terjadi saling tembak, dan ada korban jiwa,” kata Evi.
Situasi tersebut, menurutnya merugikan citra ASEAN. “Jadi sebenarnya yang terjadi ini, sangat melanggar kerja sama ASEAN,” ujar Evi.
Pengajar di Universitas Indonesia (UI) itu pun menyarankan agar ASEAN segera mengatasi masalah antara Kamboja dan Thailand. Kata Evi, Malaysia yang tahun ini menjadi negara ketua ASEAN harus berhasil membawa misi mendamaikan kedua negara sahabat yang sedang bertikai di perbatasan tersebut.
View this post on Instagram