Jumat 03 Jan 2025 05:05 WIB

Ambang Batas Dihapus, Dede Yusuf: Jumlah Capres Harus Diatur Agar tak Terlalu Banyak

MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang pendahuluan pengujian materiil Undang-Undang tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (7/8/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang pendahuluan pengujian materiil Undang-Undang tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (7/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf buka suara terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT). Menurut dia, putusan itu akan membuka ruang bagi setiap partai mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Dede mengatakan, putusan MK itu membuka ruang agar warga dapat memiliki beragam pilihan di pemilihan presiden (pilplres). Pasalnya, tidak akan ada lagi syarat minimal 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional. Artinya, partai kecil bisa memiliki calon presiden dan wakil presiden tanpa harus membentuk koalisi.

Baca Juga

"Putusan MK ini membuat masyarakat bisa mendorong jagonya sendiri-sendiri. Jadi tidak hanya dipaksakan oleh partai-partai koalisi besar, dan ini menunjukkan bahwa kita punya calon yang cukup banyak, tidak hanya itu-itu saja. Ini juga bagus menurut saya," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (2/1/2025).

Ia menambahkan, putusan itu juga mencegah pilpres hanya diikuti oleh dua kandidat. Pasalnya, hal itu berpotensi besar menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

Namun, menurut dia, jumlah calon presiden dan wakil presiden yang akan mengikuti kontestasi juga harus diatur. Aturan itu harus memuat batasan minimal atau maksimal jumlah kandidat.

Dede mengatakan, MK juga menyerahkan kepada pembuat undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional. Rekayasa itu perlu dilakukan untuk mengatur jumlah ideal pasangan calon di pilpres.

"Misalnya minimal kita nanti melalui undang-undang pemilu, pilpres ini kita lihat apakah lima dan maksimalnya misalnya sepuluh atau berapa. Karena enggak mungkin juga 20 (pasangan calon), karena pasti membingungkan," kata dia.

Menurut dia, saat ini para anggota DPR masih menjalani masa reses. Ia mengatakan, proses pembahasan itu baru akan dilakukan usai masa reses selesai.

"Setelah komisi masuk bersidang, kami akan membuat panja terkait undang-undang pilpres, pemilu, dan lain-lain ini menjadi omnibus, salah satu omnibus. Di situ kita harus mencari, tadi, apa namanya, rekayasa konstitusi, mana yang tetap merepresentasikan setiap warga negara berhak mengikuti," kata dia.

Dede mengatakan, pihaknya akan membahas jumlah kandidat yang ideal dalam pelaksanaan Pilpres. Pembahasan itu tentunya akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

"Berapa banyak, mau empat kah, mau minimal lima, paling banyak berapa gitu ya. Nah itu nanti kita masukkan dalam panja," kata dia.

photo
Akhir Rezim Presidential Threshold - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement