Selasa 18 Nov 2025 09:03 WIB

Putusan MK Jadi Norma Batasan Polisi Sebagai Sipil Bersenjata

MK memutuskan anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mundur atau pensiun.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kapolri yang juga anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025). Rapat perdana tersebut membahas rencana serta target teknis yang akan dilakukan komisi selama tiga bulan ke depan. Komisi Percepatan Reformasi Polri sepakat akan menggelar rapat rutin setiap pekan. Rapat mingguan itu akan membahas capaian dan rencana tindak lanjut setiap bidang reformasi yang menjadi fokus komisi.
Foto: Republika/Prayogi
Kapolri yang juga anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025). Rapat perdana tersebut membahas rencana serta target teknis yang akan dilakukan komisi selama tiga bulan ke depan. Komisi Percepatan Reformasi Polri sepakat akan menggelar rapat rutin setiap pekan. Rapat mingguan itu akan membahas capaian dan rencana tindak lanjut setiap bidang reformasi yang menjadi fokus komisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggapan Polri merupakan bagian dari masyarakat sipil memang benar. Namun, Polri merupakan sipil bersenjata dalam kewenangannya sebagai aparat penegak hukum.

Agar tak terjadi penyimpangan dalam menjalankan fungsinya itu, kewenangan polisi sebagai sipil bersenjata untuk menjalankan peran sebagai penegak hukum harus dibatasi. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dinilai sebagai norma hukum yang terang dalam memberikan batasan tersebut.

Baca Juga

Pemerhati Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, Polri sebagai bagian dari masyarakat sipil berbeda dengan sipil lainnya. "Polri adalah institusi sipil yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menggunakan senjata. Baik senjata fisik, maupun senjata berupa kewenangan dalam penegakan hukum," kata Bambang saat dihubungi dari Jakarta, Senin (17/11/2025).

"Maka dari itu, harus ada pembatasan yang jelas tentang Polri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan di luar kewenangannya sebagai penegakan hukum,” sambung Bambang.

Menurut Bambang, adanya putusan MK yang memberikan norma hukum atas tafsir Pasal 28 Undang-undang (UU) Polri Nomor 2/2002 merupakan batasan pemisah Polri sebagai sipil bersenjata untuk penegakan hukum di tengah-tengah masyarakat, dengan sipil umum masyarakat. “Filosofi dasar dari Pasal 28 Undang-undang Polri itu adalah untuk memberikan batasan yang jelas dan tegas terkait peran Polri dalam politik maupun birokrasi,” kata Bambang.

Selama ini, kata Bambang, Polri sudah terlalu melampaui batas-batas peran dan fungsinya sebagai sipil bersenjata. Yaitu dengan anggota-anggota kepolisian merangsek penugasan ke dalam struktur-struktur kelembagaan, ataupun kementerian, serta institusi-institusi sipil kenegaraan di luar fungsi Polri.

Meskipun kata Bambang, ada larangan yang tegas dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri, namun dalam penjelasan beleid tersebut menjadi pintu celah yang disimpangi oleh Polri untuk ‘menguasai’ jabatan-jabatan sipil di luar struktur dan fungsi Polri. Dalam pasal tersebut, memang ada penegasan soal anggota kepolisian ‘dapat’ menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan kepolisian.

Tetapi dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, yang dimaksud ‘jabatan di luar kepolisian’ merupakan jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, atau yang tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri. Menurut Bambang, ambiguitas dalam pasal dan penjelasan beleid tersebut yang membuat sebanyak 4.351 anggota kepolisian aktif mengisi jabatan-jabatan sipil di luar struktur Polri.

Bambang menilai, putusan MK 114/PUU-XXIII/2025 merupakan norma yang terang atas Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang memberikan penegasan dalam melarang anggota-anggota kepolisian mengisi jabatan-jabatan di luar struktur Polri. “Putusan MK itu justru untuk mengembalikan peran dan fungsi Polri agar sesuai dengan undang-undang itu sendiri,” kata Bambang.

Bambang juga setuju dengan pendapat yang mengatakan, putusan MK tersebut punya semangat untuk menjadikan institusi Polri sesuai dengan mandat reformasi yang memisahkan perannya dengan TNI, dan hanya menjadikan kepolisian sebagai intitusi penegak hukum.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement