Sabtu 22 Nov 2025 06:00 WIB

Curah Hujan Meningkat, BMKG Minta Masyarakat Waspadai Banjir dan Longsor

BMKG mendorong pemerintah daerah dan masyarakat meningkatkan kesiapsiagaan.

Rep: Muhammad Noor Alfian/ Red: Satria K Yudha
Sejumlah warga menyingkirkan runtuhan material dan membenahi rumah warga yang rusak akibat longsor di Desa Wagir Kidul, Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (20/11/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo
Sejumlah warga menyingkirkan runtuhan material dan membenahi rumah warga yang rusak akibat longsor di Desa Wagir Kidul, Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (20/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat bahwa curah hujan bakalmencapai puncaknya pada Desember 2025 hingga Januari 2026. Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko banjir dan longsor di sejumlah daerah yang selama ini rentan terhadap bencana hidrometeorologi.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan curah hujan bulanan di sebagian besar wilayah Jawa pada periode Desember–Januari diperkirakan berada di atas 300 milimeter. Ia menyebut curah hujan lebih dari 150 milimeter per dasarian berpeluang muncul pada akhir Desember di beberapa wilayah rawan.

Baca Juga

Ia menjelaskan wilayah yang perlu meningkatkan kewaspadaan meliputi sebagian besar Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan bagian barat, dan sebagian Nusa Tenggara Timur.

“(Wilayah yang perlu diwaspadai mulai dari) sebagian besar Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan bagian barat, dan sebagian Nusa Tenggara Timur,” kata Sena kepada Republika, Jumat (21/11/2025).

BMKG juga memproyeksikan peningkatan peluang hujan lebat hingga sangat lebat saat memasuki dasarian III Desember. Berdasarkan perbandingan data, wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian Sulawesi Selatan menunjukkan tren peningkatan intensitas maupun frekuensi hujan menjelang pergantian tahun.

“Desember dengan prediksi pada dasarian III Desember, terlihat bahwa terjadi peningkatan peluang curah hujan tinggi terutama di wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan yang mengindikasikan potensi, dapat berupa peningkatan frekuensi atau mungkin peningkatan intensitas curah hujan mendekati pergantian tahun,” katanya.

Pada dasarian III November, curah hujan tinggi lebih dari 150 milimeter per dasarian berpeluang terjadi di Aceh bagian barat dan Kalimantan Barat. Memasuki dasarian I Desember, potensi serupa muncul di Sumatra Barat dan Kalimantan Barat sehingga BMKG meminta pemerintah daerah mulai menyiapkan mitigasi.

Untuk mengantisipasi dampak bencana, BMKG mengoperasikan tiga lapis sistem peringatan dini, mulai dari peringatan curah hujan tinggi tiap dasarian yang dikirimkan kepada gubernur dan dipublikasikan ke publik.

Selain itu, ada peringatan potensi cuaca ekstrem harian berlaku tiga hari ke depan, serta peringatan cuaca jangka sangat pendek 0–6 jam yang dikeluarkan ketika terdeteksi indikasi cuaca ekstrem.

“Semua peringatan ini tersedia di website dan kanal media sosial BMKG, dan masyarakat perlu memantau secara berkala,” kata Ardhasena.

Ia menyebut kondisi La Nina lemah saat ini tidak berdampak signifikan pada peningkatan curah hujan karena musim hujan memang memasuki fase puncak.

“La Nina lemah umumnya tidak berdampak signifikan terhadap wilayah Indonesia, apalagi pada periode musim hujan. Curah hujan tinggi yang terjadi pada periode akhir tahun, terutama di wilayah Jawa, disebabkan siklus tahunan puncak musim hujan yang terjadi di bulan Desember–Januari,” katanya.

BMKG mendorong pemerintah daerah dan masyarakat meningkatkan kesiapsiagaan, terutama di kawasan rawan banjir dan longsor. “Masyarakat dan pemerintah harus bisa mengenali potensi bencana di wilayahnya masing-masing karena setiap daerah bisa memiliki ancaman bencana yang berbeda,” katanya.

Data historis menunjukkan periode Desember–Februari secara konsisten mencatat frekuensi hujan sedang hingga sangat lebat tertinggi, termasuk di wilayah Jabodetabek. Ardhasena menambahkan akurasi prakiraan curah hujan bulanan BMKG mencapai 70–80 persen sehingga dapat menjadi rujukan pemerintah daerah dalam perencanaan mitigasi.

Ia mengatakan perubahan pola iklim global membuat intensitas dan frekuensi hujan ekstrem meningkat dari tahun ke tahun. “Pola iklim setiap tahun memang berubah-ubah dipengaruhi oleh fenomena iklim global yang sedang terjadi. Namun demikian secara jangka panjang, banyak studi menunjukkan bahwa curah hujan ekstrem memang mengalami peningkatan frekuensi dan intensitas, seiring dengan fenomena pemanasan global.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement