Rabu 20 Nov 2024 06:06 WIB

Bela Ahok Soal Penggusuran, Ketua Harian Serang Balik RK: Itu Provokasi!

Cagub Ridwan Kamil menuding Ahok yang merupakan kolega Pramono paling banyak gusur.

Rep: Bayu Adji Prihammanda / Red: Erik Purnama Putra
Ketua Harian Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Prasetyo Edi Marsudi.
Foto: undefined
Ketua Harian Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Prasetyo Edi Marsudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan calon gubernur (cagub) Jakarta nomor urut 1, M Ridwan Kamil (RK) yang menyinggung gubernur Jakarta periode 2014-2017 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam debat terakhir di Jakarta pada Ahad (17/11/2024), masih menjadi perbincangan di masyarakat. Pasalnya, RK menyebut Ahok sebagai gubernur Jakarta yang paling banyak melakukan penggusuran.

Ketua Harian Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Prasetyo Edi Marsudi, menilai, pernyataan RK sangat provokatif. Hal itu lantaran RK membawa-bawa masa lalu seorang gubernur tanpa ada sangkut pautnya dengan calon yang berlaga pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.

Baca Juga

Adapun Ahok dan Pramono merupakan kolega di PDIP. "Itu kan bukan pertanyaan, bukan gagasan itu. Itu kan provokasi! Kayak gitu-gitu gak boleh di Jakarta. Pribadi itu," kata Prasetyo di Selasa (19/11/2024).

Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2024 tersebut memberikan penjelasan alasan mengapa Ahok sampai melakukan penggusuran rumah warga di Jakarta. Prasetyo menyebut, penggusuran harus dilakukan lantaran adanya lahan pemerintah yang ditempati warga secara tidak sah di mata hukum.

Dia mencontohkan, kawasan Bukit Duri di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, yang digusur oleh Ahok pada 2016, kini telah menjadi rapi. Tak hanya itu, sambung dia, kawasan tersebut juga tak lagi terdampak banjir akibat luapan Sungai Ciliwung. "Yang digusur sama dia (Ahok) kan di Bukit Duri. Sekarang beres enggak? Beres bos. Rapi," ujar Prasetyo.

Politikus senior PDIP itu menerangkan, kasus penggusuran di Bukit Duri dilakukan karena banyak warga yang menempati bantaran Sungai Ciliwung. Padahal, Sungai Ciliwung yang memiliki lebar 20 meter di kawasan itu lahannya milik pemerintah. Namun, sebelumnya banyak berdiri bangunan di bantaran sungai.

Karena sudah puluhan tahun dibiarkan maka warga melakukan penyerobotan lahan. Alhasil, daerah aliran sungai (DAS) menyempit. Bahkan, rumah-rumah itu juga difasilitasi aliran listrik dan pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) oleh oknum petugas.

Ahok pun tidak membiarkan pelanggaran itu terus terjadi.  "Nah akhirnya apa? Kami evaluasi dari internal kami sendiri. Kami sebagai pemerintah daerah. Kalau di situ ada petugasnya, di situ ada aparatnya, di situ pasti akan aman, tapi kalau enggak, ya berantakan bos," ujar Prasetyo yang sempat menjadi ketua Tim Pemenangan Daerah (TPD) Ganjar-Mahfud di DKI Jakarta.

Menurut Prasetyo, saat ini Ahok sudah bukan lagi menjabat sebagai gubernur Jakarta. Ahok juga bukan merupakan cagub Jakarta. Karena itu, menurut dia, sangat tidak pas untuk membicarakan peristiwa yang dikukan oleh Ahok dalam debat cagub.

"Dari pernyataan RK yang menyinggung-nyinggung Ahok, sebenernya masyarakat udah bisa menilai. Masyarakat sekarang itu cerdas cerdas. Mas Pram janjinya enggak muluk-muluk kok, diteruskan program yang sudah baik," ujar Prasetyo.

Ahok di Mata Korban Penggusuran

Republika.co.id menemui sejumlah warga yang menjadi korban penggusuran pada zaman Ahok di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, pada Selasa sore. Di tempat itu, terdapat ribuan warga yang terdampak penggusuran di Bukit Duri dan Pasar Ikan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada 2016.

Sejumlah warga yang ditemui Republika.co.id mengaku tak menyimpan dendam kepada Ahok, yang dahulu menggusur rumah mereka. Sejumlah warga justru memuji sikap Ahok yang tegas.

Salah seorang korban penggusuran di Bukit Duri, Dino (82 tahun) mengaku tak memiliki dendam kepada Ahok yang telah melakukan penggusuran. Sebab, Ahok ingin menegakkan aturan selama menjabat sebagai gubernur Jakarta. "Dia enggak pandang bulu," ujar Dino.

Salah seorang warga terdampak penggusuran lainnya, Madun (64), juga mengaku tak memiliki dendam usai digusur dari tempat tinggalnya bertahun-tahun silam. Meski kini tinggal di rusunawa, Madun mengaku tetap bisa menikmatinya. Apalagi, di Rusunawa Rawa Bebek, ia tak lagi harus berurusan dengan banjir yang hampir selalu terjadi ketika hujan turun. "Di sana (Bukit Duri) juga banjir melulu."

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement