REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lokataru Haris Azhar menolak bersaksi untuk Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty. Haris menegaskan pembuktian kasus ini mesti dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bukan dirinya.
Hal itu disampaikan Haris saat menolak menjadi saksi mahkota atau konfrontasi keterangan terdakwa dengan terdakwa lain dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (14/8/2023). Haris dan Fatia terjerat kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
"Tiap terdakwa tidak boleh dipaksa beri kesaksian bagi dirinya sendiri. Itu prinsipil," kata Haris dalam sidang tersebut.
Pada saat pembacaan surat dakwaan, berkas Haris dan Azhar dipisah sesuai keinginan JPU. Lalu saat pemeriksaan saksi dan ahli, berkas keduanya digabung lagi seperti kemauan JPU. Pada titik ini, Haris menganggap dirinya dan Fatia sudah diperiksa sejak awal sidang.
"Sejak awal pemeriksaan kasus ini sudah disampaikan. Sejak putusan sela kasus ini pemeriksaannya kan digabung, jadi bisa saya anggap proses sidang ini pemeriksaannya termasuk memeriksa saya dan Fatia juga," ujar Haris.
JPU berdalih secara hukum formil, Haris-Fatia tak bisa menolak memberi keterangan. JPU menguatkan argumentasinya dengan mencantumkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait saksi mahkota. Hanya saja, Haris menolaknya karena tak mau dibenturkan dengan Fatia.
"Sampai disitu saya hargai pendapat JPU, saya hargai aturan yang mempraktekkan tapi prinsipnya saya menolak karena saya tidak mau dipaksa bersaksi untuk kasus saya sendiri," ujar Haris.
Haris juga menyindir JPU perlu bekerja lebih keras untuk membuktikan kesalahannya dalam perkara ini. Haris merasa tak perlu mempersulit dirinya sendiri dengan membantu JPU melakukan pembuktian. "Dalil pembuktian bebannya ada pada jaksa bukan pada saya," ucap Haris.
Walau demikian, Haris bersedia diperiksa di persidangan ini dalam kapasitas sebagai terdakwa. "Kami bersedia diperiksa sebagai terdakwa. Di akhir (pemeriksaan) kan biasanya diperiksa," ujar Haris.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.