REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, dewan menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) mengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Menurutnya, pasti ada pertimbangan dari hakim di balik putusan tersebut.
Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa hukum di Indonesia sendiri berusaha meninggalkan hukuman mati. Hal tersebut pun termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"KUHP baru memang masih menganut hukuman mati, tetapi pengaturannya hukuman mati dibuat sebagai hukuman alternatif terakhir. Bukan lagi pidana pokok sebagaimana yang tertera dalam KUHP yang berlaku saat ini," ujar Habiburokhman lewat pesan singkat, Rabu (9/8/2023).
Diketahui, MA mengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Putusan tersebut, hasil kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Selain mengubah putusan mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu, majelis agung juga mengubah hukuman terhadap tiga terdakwa lainnya. Pejabat Humas MA Sobandi mengatakan, kasasi diputuskan pada Selasa (8/8/2023) di Jakarta.
“Terhadap kasasi terdakwa Ferdy Sambo amar putusan kasasi: tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan,” ujar Sobandi di Gedung MA, Jakarta, pada Selasa (8/8/2023).
Perbaikan kualifikasi tersebut berupa penegasan bahwa terdakwa Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana bersama-sama. Menurut Sobandi, bahwa terdakwa Ferdy Sambo, tanpa hak telah melakukan tindakan yang berakibat pada sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama. “Dengan hukuman pidana penjara seumur hidup,” demikian dalam putusan kasasi.