Senin 07 Aug 2023 16:58 WIB

Haris Azhar: Yang Lapor Pejabat, yang Ngadili Pejabat, Saksi Pejabat

Haris menilai keterangan Herry terkesan dangkal sepanjang persidangan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) saat menjalani sidang di PN Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) saat menjalani sidang di PN Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lokataru Haris Azhar mengkritik pedas ahli pertahanan sekaligus Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam Mayjen TNI Herry Wiranto yang dihadirkan jaksa dalam sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Haris menuding kesaksian Herry hanya akan menguntungkan Luhut.

Haris pertama menyampaikan keheranannya atas singkatnya pemeriksaan jaksa terhadap Herry. Padahal, dalam sidang pemeriksaan ahli sebelumnya, jaksa aktif bertanya berkali-kali hingga kadang menimbulkan cekcok dengan kubu kuasa hukum Haris.

Baca Juga

"Kalau, pertama, nih, ya, dari durasi waktu JPU nanya ke saksi ahli yang ini aja cepat banget nggak sampai sejam. Itu menunjukkan bahwa kayaknya mereka juga kebingungan, tapi itu penilaian saya aja," kata Haris dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (7/8/2023).

Haris pun meragukan kapasitas dan kemampuan Herry sebagai ahli pertahanan.  Haris merasa keterangan Herry terkesan dangkal sepanjang persidangan. "Saya agak berat nyebutin dia saksi ahli, nggak menunjukkan apa-apa," ujar Haris.

Bahkan, Herry disebut tak bisa membuktikan keahliannya secara akademis. Herry tak bisa menjawab ketika diminta menyebutkan karya akademisnya. "Jadi, tadi ditanya soal mana karya akademiknya, dia nggak punya, jadi dia bukan ahli itu," sebut Haris.

Haris menduga Herry dihadirkan guna membantah riset yang dipublikasikannya. Walau demikian, Haris menyatakan riset yang diungkapkannya punya metodelogi sendiri yang berbeda dari keahlian Herry.

"Saya curiga, saksi ahli ini ketika di penyidikan ingin membuktikan bahwa tidak ada operasi militer sebagaimana riset yang dilakukan organisasi yang ditulis oleh Fatia. Menurut kami nggak penting dibuktikan ada atau tidak adanya operasi militer dengan bermodalkan saksi ahli dari kantor Menko Polhukam karena risetnya teman-teman punya metodologi sendiri dan punya temuan sendiri. Jadi, kami, sejujurnya, saya sih merasa nggak terlalu signifikan dan nggak merasa dilemahkan juga dari saksi," ucap Herry.

Haris pun menyinyalir kesaksian Herry hanya bermanfaat untuk kepentingan Luhut. Haris menyindir "kongkalikong" atau permainan antarpejabat dalam perkara ini.

"Ini membuktikan bahwa yang ngelaporin pejabat, yang ngadili pejabat, yang bersaksi pejabat. Nah, ini namanya kongkalikong di antara mereka aja," sindir Haris.

Selain itu, Haris menegaskan kesaksian Herry penuh conflict of interest. "Itu sangat tidak layak dalam persidangan pidana. Apalagi yang disidang adalah warga negara. Bayangkan untuk menjadi pendapat ahli (kasus) Menko Marinves harus hadir Menko Polhukam," ujar Haris.

Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.

Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.

Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan, Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.

Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement