REPUBLIKA.CO.ID, olleh Rizky Suryarandika, Flori Sidebang, Nawir Arsyad Akbar
Mahkamah Konstitusi (MK) mengisyaratkan adanya masalah dalam kinerja pimpinan KPK saat ini. Namun MK memilih 'menutup mata' dengan tetap memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Berkat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk seolah mendapat angin segar. Firli dan pimpinan KPK lain akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023).
MK memang mengakui ada yang patut disorot dari kinerja pimpinan KPK saat ini. Hanya saja, MK enggan masuk detail ke ranah tersebut. Bahkan MK memilih membiarkan hal itu demi mengutamakan prinsip efisiensi dan manfaat.
"Terlepas dari kasus konkret berkaitan dengan kinerja pimpinan KPK yang saat ini masih menjabat, alasan berdasarkan asas manfaat dan efisiensi ini pula yang digunakan oleh Mahkamah tatkala memutus apakah perlu masa jabatan pimpinan KPK diberlakukan konsep Pergantian Antar Waktu sebagaimana Putusan nomor 5/PUU-IX/2011," ujar Hakim MK M Guntur Hamzah.
Asas manfaat dan efisiensi yang dimaksud MK ialah karena ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tergolong bersifat diskriminatif dan tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya yang sama-sama memiliki nilai constitutional importance. Selain itu, berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya.
"Sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya adalah lima tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada empat tahun sekali," ujar Guntur.
Guntur setuju bahwa masa jabatan pimpinan KPK mestinya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU yaitu lima tahun. Pasalnya MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif.
"Sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," ujar Guntur.
Oleh karena itu, menurut MK, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance.
"Yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.