Senin 29 Jun 2020 15:29 WIB

Dikritisi DPR, Jaksa Agung Evaluasi Tuntutan Kasus Novel

Kepada Jaksa Agung, Komisi III DPR mengkritisi tuntutan ringan kasus Novel Basewadan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Jaksa Agung ST Burhanuddin
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Jaksa Agung ST Burhanuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mengkritisi tuntutan 1 tahun penjara, terhadap dua terdakwa penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Banyak yang menilai, tuntutan tersebut tidak masuk akal.

Anggota Komisi III Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mempertanyakan hal tersebut kepada Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. Dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung siang ini, tuntutan tersebut dirasa aneh.

Baca Juga

"Saya ikuti isi rekuisitor, sepanjang pengalaman saya jadi lawyer sebelum cuti memang alasan yang termuat di rekuisitor banyak yang di luar nalar sehat," ujar Taufik di ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/6).

Menurut Taufik, jika hal seperti itu terus terjadi, bukan tak mungkin kepercayaan publik terhadap kejaksaan akan menurun. Sehingga, Burhanuddin perlu dengan menjelaskan hasil putusan terhadap penyerang Novel.

"Ini penting untuk bisa menunjukkan kepada publik agar penegakan hukum dapat dipercaya," ujar pria yang akrab disapa Tobas itu.

Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi III Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi. Menurutnya, kasus penyiraman air keras juga pernah terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah.

Namun, Pengadilan Negeri Pekalongan jaksa menuntut Ruslam, sang pelaku dengan penjara selama 8 tahun. Berbeda dengan yang terjadi pada dua penyerang Novel yang hanya dituntut 1 tahun.

"Masyarakat tentu merasa janggal, ketika (penyerang Novel) hanya dituntut 1 tahun penjara. Orang jadi aneh ada apa ini? Apalagi jaksa menyatakan adanya ketidaksengajaan," ujar Aboe.

Ia kembali mencontohkan kasus penyiraman air keras yang ditangani Pengadilan Negeri Bengkulu. Pelakunya saat itu dituntut hukuman 10 tahun penjara.

"Publik melihat mereka (jaksa) justru jadi pengacara. Apakah memang rentut (rencana penuntutan) berdasarkan petunjuk Jaksa Agung," ujar Aboe.

Menanggapi kritik dari sejumlah anggota Komisi III, Jaksa Agung ST Burhanuddin akan mengevaluasi tuntutan terhadap dua penyerang Novel. Sebab, pihaknya tak bisa begitu saja menyalahkan jaksanya.

"Karena biasanya jaksa menuntut berdasarkan fakta di sidang. Nanti akan kami evaluasi kenapa jaksa sampai tuntutan demikian itu," ujar Burhanuddin.

Lewat evaluasinya nanti, jika nanti putusan hakim jauh lebih tinggi daripada tuntutan, berarti ada yang janggal dari tuntutan jaksa. Tetapi, apabila putusan hakim tak berbeda jauh, berarti tuntutan jaksa dinilainya sudah benar.

"Kalau jomplang, berarti ada sesuatu, kalau balance pertimbangan jaksa dipakai hakim. Nanti kami lihat putusannya dan pasti akan kami evaluasi," ujar Burhanuddin.

Sebelumnya, dalam pembacaan surat tuntutan di PN Jakarta Utara, Kamis (11/6) kedua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugisdituntut 1 tahun pidana penjara. Dalam persidangan, JPU menyebut bahwa terdakwa tidak ada niat melukai dan tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel Baswedan sehingga dakwaan primer dalam perkara ini tidak terbukti.

Menurut jaksa, kedua terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa dinilai jaksa hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

"Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," kata anggota JPU Kejari Jakarta Utara Ahmad Fatoni, Kamis.

photo
Sidang awal penyiraman air keras ke Novel Baswedan digelar. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement