REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana menilai argumentasi Jaksa Penuntut Umum dalam replik untuk dua terdakwa penyerang Novel Baswedan semakin memperlihatkan lakon sandiwara yang sempurna. Diketahui, Dalam replik terkait nota pembelaan (pledoi) dua terdakwa penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, Jaksa menegaskan, alasan spontanitas menyiramkan air keras terhadap Novel tidak berdasar.
"Lakon sandiwara yang sempurna telah dipertontonkan ke publik di ruang persidangan," kata Kurnia kepada Republika.co.id, Senin (22/6).
Sebab, kata Kurnia, argumentasi tersebut sudah tidak relevan lagi, lantaran Jaksa hanya menuntut ringan 1 tahun penjara kepada terdakwa. Kurnia mengatakan, jika saja Jaksa jernih dalam melihat fakta yang ada, seharusnya dua terdakwa tersebut dituntut bebas.
"Karena tidak ada korelasi antara bukti yang dihadirkan dengan tindakan dari dua terdakwa," tegas Kurnia.
Saat ini Jaksa seolah-olah menunjukkan keberpihakannya pada korban kejahatan. Karena, selama proses persidangan baik dakwaan, unjuk bukti, dan tuntutan peran penuntut umum lebih terlihat sebagai penasihat hukum dari dua terdakwa dibanding sebagai representasi negara dengan mewakili kepentingan korban.
Pekan depan, dua terdakwa akan menyampaikan duplik atau menjawab replik Jaksa pada Senin (22/6). Dalam repliknya, Jaksa menilai, kesimpulan yang disampaikan kuasa hukum terdakwa yang menyebut tidak ada maksud untuk mencelakai korban dalam hal ini Novel Baswedan tidak berdasar. Karena, akibat ulah kedua terdakwa, mata kiri Novel Baswedan tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.
"Dapat disimpulkan penasihat hukum mengatakan tidak ada maksud mencelakai korban, itu hanya keterangan terdakwa tanpa didukung alat bukti," tegas Jaksa.
"Padahal dalam fakta persidangan terungkapnketika ada pemberitaan soal Novel Baswedan telah berkhianat, sehingga timbul keinginan memberi pelajaran dan membuat Novel mengalami luka berat," tambah Jaksa.
Sehingga, penganiayaan berat hanya memberi pelajaran kepada Novel sangat tidak beralasan. Karena perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan mata kiri Novel Baswedan tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.
"Dengan demikian, dalil penasihat hukum tidak ada maksud terdakwa celakai korban tidak beralasan sehingga tidak dapat diterima," tegas Jaksa.