Senin 25 Jul 2016 13:23 WIB

Pengamat: Wacana Amnesti untuk Pengikut Santoso Perlu Disambut Baik

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Angga Indrawan
Kelompok Santoso (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kelompok Santoso (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai masyarakat perlu menyambut baik wacana pemerintah untuk memberikan amnesti bagi ke-19 anggota kelompok teroris Santoso. Pemberian amnesti ini, menurutnya, dapat mengurangi tingkat ancaman keamanan di daerah Poso dan sekitarnya.

"Dengan syarat dan kondisi tertentu, wacana ini saya kira perlu disambut baik. Ini akan memudahkan proses pemulihan keamanan di Poso dan sekitarnya juga mengurangi kemungkinan eskalasi aktivitas 'penggemar' Santoso di daerah-daerah lain, di Bima misalnya," kata Khairul, Senin (25/7).

Khairul mengatakan, pemberian amnesti perlu dilakukan dengan mempertimbangkan peran mereka dalam kelompok teroris tersebut. Amnesti, kata Khairul, tidak dapat diberikan kepada seseorang yang memiliki ideologi yang keras atau sebagai pendoktrin. 

"Seorang ideolog atau pendoktrin, tidak bisa disamakan perlakuannya dengan yang hanya pengikut biasa," ucap dia.

Pemberian amnesti tersebut dapat dilakukan secara bertahap, yakni dengan melalui tahapan screening terlebih dahulu kemudian dilakukan proses penyesuaian untuk dapat kembali ke lingkungan atau masyarakat. Kendati demikian, Khairul menilai aparat keamanan tetap harus melakukan pengawasan dalam jangka waktu tertentu. Pemberian amnesti ini, lanjut dia, dapat mengurangi tindakan represif setelah tewasnya Santoso.

Selain itu, wacana ini juga dinilainya dapat menunjukan komitmen pemerintah untuk dapat merangkul semua masyarakat. Apalagi, menurut Khairul, proses hukuman di dalam penjara juga tak memberikan jaminan seorang pelaku tindak pidana terorisme mengentikan aktivitasnya. "Saya kira patut dikaji peluangnya, mengurangi kemungkinan meluasnya kebencian dan balas dendam," ungkap Khairul.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mempertimbangkan pemberian amnesti bagi 19 anggota kelompok teroris Santoso, menyusul tewasnya pimpinan kelompok tersebut dalam baku tembak di Desa Tambarana, Poso, Senin (18/7). "Kami mengimbau agar jangan ada lagi pertempuran di sana, kalau mereka mau kembali ke masyarakat baik-baik ya tentu kami pertimbangkan untuk diselesaikan secara baik-baik," ujar Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat malam.

Menurut dia, pemberian amnesti bagi sisa anggota kelompok Santoso perlu dikaji mendalam secara kasus per kasus, sehingga belum bisa diputuskan dalam waktu dekat. Pemberian pengampunan dalam bentuk amnesti maupun abolisi ini dinilai sebagai pendekatan efektif untuk menangani gerakan kelompok-kelompok separatis di Indonesia, seperti yang pernah diberikan kepada kelompok bersenjata asal Aceh pimpinan Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi.

"Intinya kan mereka warga negara Indonesia, kalau mereka berpikir untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan bersama-sama bekerja (dalam masyarakat) ya kenapa tidak (diberi pengampunan)," tutur Luhut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement