Rabu 26 Nov 2025 15:50 WIB

Tiga Terdakwa Direksi ASDP Dapat Rehabilitasi, MA: Hak Istimewa Presiden

Rehabilitasi itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden oleh Pasal 14 UUD.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017-2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran PT ASDP tahun 2019-2024 Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP tahun 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono diumumkan sebagai tersangka dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017-2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran PT ASDP tahun 2019-2024 Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP tahun 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono diumumkan sebagai tersangka dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menyatakan kebijakan pemberian rehabilitasi kepada tiga terdakwa kasus korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan hak istimewa presiden. Hal itu diatur dalam UUd 1945.

"Rehabilitasi itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden oleh Undang-Undang Dasar, yaitu Pasal 14 ayat (1)," ucap Juru Bicara MA Yanto dalam konferensi pers di Media Center MA, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).

Baca Juga

Adapun pasal yang dimaksud Yanto berbunyi "Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA". Menurut dia, rehabilitasi itu diberikan dengan pertimbangan untuk kepentingan yang lebih besar.

"Tentunya dengan pertimbangan yang lebih besar, untuk kepentingan yang lebih besar. Barangkali kepentingan lebih besar, kepentingan nasional. Itu hak istimewa yang diberikan kepada presiden oleh konstitusi kita," ucap Yanto.

Ketika dimintai penjelasan mengenai pertimbangan MA dalam pemberian rehabilitasi kepada petinggi ASDP itu, Yanto tidak memberikan keterangan lebih rinci. "Saya belum baca juga pertimbangannya, kan yang membikin biasanya ditunjuk itu, ya, ditunjuk hakim agung A, hakim agung B. Biasanya ditunjuk. Kebetulan saya enggak ditunjuk, jadi kalau ditanya isinya seperti apa, ya, harus ditanya yang membuat," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement