Selasa 25 Nov 2025 21:47 WIB

Pengacara Ira Puspadewi Sebut tak Pernah Ajukan Rehabilitasi ke Prabowo

Soesilo Aribowo mendesak KPK membebaskan kliennya pada Selama malam ini.

Rep: Antara/Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017-2024, Ira Puspadewi.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017-2024, Ira Puspadewi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara dari terdakwa mantan dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, Soesilo Aribowo, menyatakan, ia tidak pernah mengajukan rehabilitasi untuk kliennya kepada Presiden Prabowo Subianto. "Kami tidak. Kami hanya konsentrasi di proses hukumnya kemarin itu," ujar Soesilo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025) malam WIB.

Dia mengaku, baru mengetahui pemberian rehabilitasi untuk kliennya melalui pemberitaan media. Hingga pukul 19.39 WIB, Soesilo menjelaskan pihaknya belum mendapatkan salinan surat rehabilitasi untuk Ira Puspadewi dari pemerintah. "Tahunya dari pemberitaan tadi. Saya belum mendapatkan (surat yang diteken Presiden Prabowo) juga," ujar Soesilo.

Baca Juga

Walaupun demikian, ia saat ini hanya ingin kliennya bersama dua terdakwa lain dapat segera dibebaskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019-2022.

Empat tersangka tersebut adalah dirut PT ASDP periode 2017-2024 Ira Puspadewi, direktur komersial dan pelayanan PT ASDP periode 2019-2024 Muhammad Yusuf Hadi, direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP periode 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, serta pemilik PT JN bernama Adjie. Hanya saja, surat rehabilitasi dari RI 1 ditujukan untuk tiga orang direksi.

Sementara itu, KPK telah melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka dari PT ASDP ke jaksa penuntut umum. Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara.

Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi. Pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

Walaupun demikian, hakim ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi. Sedangkan dua hakim lainnya berpendapat, tindakan Ira dkk bersalah dalam aksi korporasi itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement