REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wisuda Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) yang digelar di Ballroom Patrajasa Hotel Semarang pada Kamis (20/11/2025) awalnya berlangsung penuh khidmat dan haru.
Namun, suasana itu pelan-pelan berubah menjadi seperti pesta kecil yang menyamar jadi acara wisuda. Begitu sorotan lampu panggung menyala, atmosfer formal itu pecah berkat kedatangan grup musik unik bernama Disco’nann.
Disco’nann bukan grup yang bisa kamu jelaskan dalam satu tarikan napas. Ada Ricci Bulu dengan suara yang bikin bangku belakang ikut goyang, hadir bersama DJ Riiz yang meracik beat elektronik ala pesta malam, serta Carlo dan Adhit yang mengisi bagian band, membuat irama panggung hidup seperti denyut jantung para wisudawan yang baru lulus.
Konsep Disco’nann seperti perpaduan rasa di warung angkringan yang tidak mewah, tidak sok, tapi menghibur sampai bikin senyum lepas. Mereka membawa format kolaborasi biduanita, DJ, dan band, yang entah bagaimana berhasil membuat toga wisuda terlihat cocok dengan entakan musik.
Ketika lagu pertama dimulai, ruang Patrajasa yang tadi penuh formalitas langsung berubah jadi tempat perayaan.
Wisudawan melambaikan tabung wisuda seperti glowstick, orang tua mengangguk pelan (walau tidak yakin lagu apa yang diputar), dan panitia tersenyum lega karena setidaknya tidak ada yang menari terlalu liar.
Di sela musik, Ricci Bulu menyampaikan doa untuk para lulusan yang baru saja resmi lahir ke dunia persaingan kerja “Semoga sukses selalu buat seluruh wisudawan UBSI” ucapnya dengan nada yang tulus meski tetap bergoyang kecil.
DJ Riiz ikut menimpali sambil menaikkan beat “Semoga kalian semua bisa jadi orang hebat dan selalu rendah hati.” Carlo dan Adhit hanya mengangguk sambil tetap memainkan instrumen seperti sedang ikut mengamini.
Harapan itu terdengar sederhana, tapi terasa pas. Tidak terlalu formal, tidak terlalu teoritis, tapi cukup jujur untuk dibawa pulang di kepala para lulusan.
Disco’nann menutup penampilan dengan energi yang membuat senyum tersebar rata di seluruh ruangan. Bukan hanya karena musiknya, tetapi karena mereka berhasil menjembatani dua suasana yang biasanya bertolak belakang, yaitu sakralnya seremoni dan riangnya perayaan.
Mungkin, itu yang dibutuhkan saat wisuda. Kita tidak hanya butuh prosesi yang rapi. Kita juga butuh tawa, irama, dan doa yang datang dengan beat elektronik untuk mengingatkan bahwa hidup setelah toga tidak selamanya serius. Ada musik yang perlu dinikmati di tengah perjalanan menuju masa depan.