REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG - Pada era digital saat ini, mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok yang paling beruntung sekaligus paling menghadapi tantangan. Keberuntungan muncul karena seluruh informasi dapat diakses hanya melalui ujung jari. Namun, di sisi lain, banyaknya pilihan justru membuat sebagian mahasiswa kebingungan menentukan titik awal dan arah pembelajaran.
Jika dahulu seseorang harus mengunjungi perpustakaan untuk mencari referensi skripsi, kini cukup membuka laptop dan tersambung ke internet. Meski demikian, niat membuka jurnal ilmiah sering kali justru beralih ke platform hiburan.
Menurut Kepala Kampus Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Cikampek, Mohamad Syamsul Aziz, kemampuan memanfaatkan teknologi secara cerdas merupakan bentuk kesiapan mahasiswa memasuki dunia kerja yang semakin digital.
“Belajar di era sekarang bukan lagi soal siapa yang paling rajin, tapi siapa yang paling adaptif. Mahasiswa UBSI yang tahu cara menggunakan teknologi untuk belajar efisien akan lebih cepat tumbuh dan siap bersaing,” ujarnya, dalam keterangan rilis, Rabu (19/11/2025).
Ia menegaskan belajar secara cerdas bukan diukur dari lamanya waktu di depan layar, melainkan dari pemahaman yang diperoleh setelahnya. "Teknologi itu cuma alat, yang menentukan hasilnya tetap kamu. Jadi, kalau kamu masih belajar keras sampai begadang tiap malam, mungkin bukan tugasnya yang berat, tapi caranya yang salah,” kata dia.
Apabila dimanfaatkan dengan tepat, teknologi dapat menjadi asisten pribadi yang sangat efektif—tidak mengeluh, tidak mengenal lelah, dan selalu siap membantu kapan pun dibutuhkan. Kuncinya adalah memahami cara memanfaatkannya untuk belajar secara cerdas, bukan sekadar bekerja keras.
Pertama, tinggalkan kebiasaan mencatat di buku tulis yang mudah tercecer. Manfaatkan aplikasi seperti Notion, Evernote, atau Google Keep untuk menyimpan catatan secara digital, tersinkronisasi di berbagai perangkat, dan mudah diorganisasi dengan warna maupun penanda. Untuk pengelolaan tugas dan tenggat waktu, aplikasi seperti Trello atau Todoist dapat menjadi pilihan yang lebih efektif.
Kedua, manfaatkan platform pembelajaran daring. Coursera, Kampus Merdeka Digital, dan YouTube Edu merupakan sumber pengetahuan tanpa batas. Mahasiswa dapat belajar dari profesor internasional maupun kreator lokal yang mengajarkan berbagai keterampilan. Banyak kursus bahkan menyediakan sertifikat gratis yang dapat memperkaya portofolio tanpa biaya tambahan.
Ketiga, bersikaplah terbuka terhadap pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). ChatGPT dapat membantu menjelaskan konsep sulit. Grammarly membantu meningkatkan kualitas penulisan, sementara QuillBot dapat digunakan untuk parafrase tanpa mengubah makna. AI bukanlah ancaman akademik, melainkan mitra yang mendukung proses pembelajaran.
Keempat, bergabunglah dengan komunitas belajar daring, mulai dari Discord kampus, grup Telegram, hingga komunitas di LinkedIn Learning. Sering kali, inspirasi tidak hanya datang dari dosen, tetapi juga dari rekan yang menghadapi tantangan serupa.
Terakhir, kendalikan penggunaan gawai. Aktifkan Focus Mode, gunakan aplikasi seperti Forest atau StayFocusd agar tidak terjebak aktivitas nonproduktif, dan manfaatkan Google Calendar untuk mengatur jadwal belajar serta istirahat. Pola belajar yang teratur dapat meningkatkan konsentrasi sekaligus menjaga ketenangan.