Laporan tahunan Indeks Inovasi Global GII disusun oleh Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam laporan tahun 2025, Swiss berhasil bertahan di rangking pertama sejak tahun 2011. Peringkat ini lantas disusul Swedia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Sementara itu, Cina berhasil menduduki peringkat ke‑10, menggeser Jerman. Laporan GII menunjukkan Cina mengejar ketertinggalannya dalam pembiayaan R&D dengan dukungan swasta.
Pada saat yang sama, survei menunjukkan prospek inovasi global menghadapi tantangan penurunan investasi. Pertumbuhan R&D diperkirakan akan melambat menjadi 2,3% tahun ini, turun dari 2,9% tahun lalu, yang merupakan tingkat pertumbuhan terendah sejak krisis keuangan global tahun 2010.
Cina menyumbang sekitar seperempat dari total permohonan paten internasional pada tahun 2024, dan tetap menjadi kontributor terbesar. Sebaliknya, AS, Jepang, dan Jerman jika digabungkan menyumbang 40% dari total permohonan paten internasional.
Kepemilikan paten secara luas dianggap sebagai indikator penting kekuatan ekonomi dan kapabilitas industri suatu negara.
Dalam jangka panjang, Jerman tidak perlu terlalu khawatir atas penurunannya ke posisi ke‑11, kata Sacha Wunsch-Vincent, salah satu editor GII, menambahkan bahwa penurunan peringkat bukan disebabkan oleh tarif yang diberlakukan pemerintahan Trump.
"Tantangan bagi Jerman adalah bagaimana…, selain mempertahankan status kuatnya selama puluhan tahun sebagai mesin inovasi industri, bisa menjadi kekuatan utama dalam inovasi digital,” ujar Direktur Jenderal WIPO, Daren Tang.
Negara lain yang juga berada rangking 10 besar adalah, Singapura, Inggris, Finlandia, Belanda, dan Denmark.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam laporan yang diliris WIPO tersebut, Indonesia yang dikategorikan negara dengan ekonomi menengah berhasil menduduki peringkat ke 55 rangking GII.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan perkembangan inovasi signifikan sejak tahun 2013, berada di antara Brasil dan Afrika Selatan. Sebelumnya, Indonesia menduduki rangking ke-61 dalam GII tahun 2023.
Inovasi Indonesia dinilai telah melampaui proyeksi berdasar tingkat pendapatan atau pembangunan ekonominya, sehingga dikategorikan sebagai "innovation overperformers”.
Indikator yang menjadi kelebihan Indonesia adalah stabilitas lingkungan dan kebijakan bisnis, pembiayaan startup dengan skala pasar domestik yang besar, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aset tidak berwujud seperti kekayaan intelektual, merek, dan perangkat lunak (software), hingga ekspor barang-barang kreatif.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Meski mencatatkan kemajuan, terdapat beberapa aspek yang masih perlu perbaikan baik dari segi input dan output inovasi seperti investasi pendidikan dasar dan menengah sumber daya manusia Indonesia, pengembangan infrastruktur (kelistrikan) secara umum, optimalisasi pinjaman untuk institusi mikroekonomi.
Keterkaitan antara publikasi ilmiah dan industri pun masih menjadi titik lemah, diharapkan output publikasi jurnal sains dan teknis dapat ditingkatkan untuk dapat mendorong jumlah dan kualitas paten menyaingi negara-negara dengan inovasi tinggi.
Puluhan indikator inovasi
Survei Indeks Inovasi Global dilakukan terhadap 139 negara dan wilayah berdasarkan 78 indikator. Indikator tersebut terbadi dalam dua subindeks yakni input dan output.
Kategori input terdiri dari kualitas institusi yang mendukung inovasi, sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik untuk melakukan inovasi, infrastruktur fisik dan digital yang mendukung inovasi, pendanaan dan kondisi pasar yang mendukung inovasi, hingga kolaborasi industri dan lembaga akademik.
Sedangkan dua kategori output menilai hasil konkret kegiatan inovasi berbasis pengetahuan dan teknologi serta hasil inovasi dalam bentuk kreativitas dan ekonomi kreatif.
Editor: Rizki Nugraha