Kamis 28 Aug 2025 11:11 WIB

Pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur Penuhi Panggilan KPK untuk Kasus Korupsi Kuota Haji

Fuad merasa hanya menjalankan kebijakan pemerintah terkait kuota haji.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Direktur Utama Maktour, Fuad Hassan Masyhur.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Direktur Utama Maktour, Fuad Hassan Masyhur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bos Maktour, Fuad Hasan Masyhur menjawab panggilan pemeriksaan KPK pada Kamis (28/8/2025). Fuad akan digali keterangannya soal perkara kuota haji.

Fuad datang di Gedung Merah Putih KPK dengan mengenakan setelan kemeja putih plus jaket hitam. Fuad menyatakan komitmennya untuk mematuhi panggilan KPK.

Baca Juga

"Sebagai masyarakat yang baik taat ya, kami dipanggil, kami harus datang. Insyaallah," kata Fuad kepada awak media.

Fuad tak memiliki persiapan khusus terkait pemeriksaan tersebut. Fuad hanya membawa sejumlah dokumen.

"Ya dokumen yang nanti dibutuhkan itu aja," ujar Fuad.

Mengenai polemik kuota haji tambahan menjadi 50 persen, Fuad merasa hanya menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Fuad akan menyampaikannya ke penyidik KPK.

"Kalau bicara itu nanti kami sampaikan. Karena itu kebijakan dari pemerintah. Kami hanya dimintakan untuk bisa mengisi itu aja ya," ujar Fuad.

Sedangkan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengonfirmasi pemeriksaan terhadap Fuad. Pemeriksaan ini guna menggali kasus kuota haji

"Benar, saksi dimaksud untuk didalami terkait pengetahuannya dalam perkara kuota haji ini," ujar Budi.

Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.

KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.

KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement