REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, penerapan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang baru akan diberlakukan pada 2 Januari 2026. Artinya, kurang dari 14 bulan lagi akan diterapkan di Tanah Air.
"Dalam upaya membangun hukum nasional di bidang hukum pidana kita menyadari hanya tinggal setahun lagi dari sekarang kita akan menerapkan kitab undang-undang hukum pidana nasional yang baru," kata Yuzril di acara rakornas Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Garpemda) Tahun 2024, Kamis (7/11/2024).
Yusril mengungkapkan perlunya penggantian hukum kolonial yang masih ada di dalam KUHP. Pasalnya, dengan penggantian tersebut diharapkan akan memberikan harapan baru pada sistem hukum pidana yang berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
"Mengganti hukum kolonial yang sampai hari ini masih kita laksanakan. Walaupun cukup banyak peraturan di kitab undang-undang hukum pidana yang kita ciptakan sendiri setelah kita merdeka, tapi keberadaan KUHP nasional yang baru ini memberikan harapan baru di mana kita membangun sistem hukum pidana yang berasaskan kepada prinsip-prinsip hukum yang dianut oleh masyarakat kita sendiri," katanya.
"Baik berdasarkan kepada hukum adat, hukum tradisi, hukum Islam yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang diadopsi dan ditransformasikan di dalam hukum pidana nasional kita," katanya menambahkan.
Dalam KUHP baru tersebut, kata Yusril, berbagai tindakan hukum yang diatur sudah disesuaikan dengan jenis tindak pidana saat ini.
"Dalam waktu yang singkat setahun ini, pemerintah harus menyelesaikan lima undang-undang untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan di dalam kitab undang-undang hukum pidana nasional yang baru yang penekanannya sanksi pidana tidak lagi pada pembalasan, pencelaan, seperti yang kita kenal dalam hukum kolonial," katanya.
Pihaknya juga mengatakan akan mengedepankan restorative justice di KUHP baru tersebut. Setelah restorative justice tidak bisa menyelesaikan masalah, baru akan dilakukan penerapan hukum pidana.
"Tapi lebih mengedepankan restorative justice, lebih mendekatkan kepada keadilan restoratif, pada pemulihan hak-hak dari korban dan terciptanya kedamaian ketentraman dan kemudian keadilan di tengah-tengah masyarakat," katanya.
"Restorative justice bukanlah sesuatu yang baru di dalam hukum perkembangan hukum masyarakat kita karena hukum adat dan hukum Islam mengedepankan adanya aspek restoratif di mana para pihak disuruh untuk bermusyawarah berdamai mencari jalan tengah menyelesaikan konflik, kalau tidak bisa diselesaikan baru norma-norma hukum pidana dipaksakan," katanya.