Selasa 12 Dec 2023 12:10 WIB

KPK Akui Indeks Pemberantasan Korupsi di Indonesia Stagnan 10 Tahun Terakhir

IPK pada 2022 anjlok dengan skor 34 dari skor di tahun sebelumnya 38.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan sambutan dihadapan Presiden Joko Widodo saat acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2023 (Hakordia) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Peringatan Hakordia kali ini berlangsung dari tanggal 12-13 Desember dengan mengangkat tema Sinergi Berantas Korupsi Untuk Indonesia Maju. Pada kesempatannya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Undang-Undang Perampasan Aset penting untuk segera diselesaikan guna mengembalikan kerugian negara serta memberikan efek jera bagi koruptor.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan sambutan dihadapan Presiden Joko Widodo saat acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2023 (Hakordia) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Peringatan Hakordia kali ini berlangsung dari tanggal 12-13 Desember dengan mengangkat tema Sinergi Berantas Korupsi Untuk Indonesia Maju. Pada kesempatannya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Undang-Undang Perampasan Aset penting untuk segera diselesaikan guna mengembalikan kerugian negara serta memberikan efek jera bagi koruptor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengakui bahwa pemberantasan rasuah di Indonesia masih tidak efektif dan efisien. Dia menyebut, hal ini terlihat dari penurunan sejumlah skor indeks mengenai pemberantasan korupsi.

Nawawi menyampaikan hal tersebut saat memberikan sambutan dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Kegiatan ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Baca Juga

"Berbagai indikator menunjukkan masih kurang efektif dan tidak efisiennya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Nawawi, Selasa.

Salah satunya, Nawawi menyinggung soal skor indeks persepsi korupsi (IPK). Dia menyebut, dalam 10 tahun terakhir IPK Indonesia seperti jalan di tempat atau stagnan 

"Kita lihat bagaimana skor indeks persepsi korupsi yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks perilaku antikorupsi atau IPAK yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik juga demikian," ujar Nawawi. 

IPK Indonesia yang diterbitkan oleh Trasparency International Indonesia atau TII anjlok pada 2022 ke skor 34 dari tahun sebelumnya, yakni 38. Sementara itu, BPS mencatat skor IPAK 2023 sebesar 3,92 atau turun 0,01 poin dari tahun sebelumnya. 

Selain IPK dan IPAK, Nawawi turut menyoroti survei penilaian integritas (SPI) yang turun pada 2023. Survei ini diterbitkan oleh KPK dengan mengukur integritas dan perilaku antikorupsi di seluruh kementerian/lembaga pusat maupun pemerintah daerah. Berdasarkan catatan KPK, SPI terbaru tercatat sebesar 71,9 atau turun dari tahun sebelumnya pada 2021, yakni 72,4.

"Responden internal dan eksternal menyatakan bahwa korupsi masih marak yang ditunjukkan dengan skor nasional yang kian menurun," kata Nawawi.

Menurut Nawawi, korupsi menjadi persoalan yang harus ditangani secara serius. Sebab, kata dia, ada berbagai contoh menunjukkan pengaruh korupsi yang merusak kestabilan sebuah negara. 

"Seluruh negara mengakui bahwa korupsi adalah pusat dari berbagai persoalan. Korupsi memiliki sifat korosif terhadap segala pencapaian yang kita dapatkan. Secara empiris korupsi telah menghambat kemajuan sosial dan ekonomi banyak negara," ujar dia. 

Nawawi pun meminta Presiden Jokowi untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia menilai, peran presiden dibutuhkan dalam mengembalikan peningkatan pemberantasan korupsi di Indonesia. 

"Melihat situasi belakangan ini, kami berharap Bapak Presiden dapat mendorong kembali segala upaya untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, demi masa depan generasi kita," kata Nawawi.

"Sinergitas gerak dari seluruh elemen bangsa harus kembali dipimpin untuk bergerak maju. Sekali lagi, bukan hanya sinergi antaraparat penegak hukum saja, tetapi juga sinergi antarpemerintah dengan masyarakat, dengan dunia usaha," ujar dia menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement