Rabu 27 Sep 2023 16:09 WIB

TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN, PKS Ingatkan Penghapusan Dwifungsi ABRI

Komisi II dan pemerintah sepakat pengambilan keputusan tingkat I RUU ASN.

Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Antara/ Jojon
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan catatan terkait pengisian jabatan aparatur sipil negara (ASN) TNI-Polri. Diketahui, hal tersebut kini diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Terkait dengan pengisian jabatan ASN dari kalangan TNI-Polri, maka perlu disinkronisasikan dengan Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia," ujar anggota Komisi II Fraksi PKS Teddy Setiadi, Rabu (27/9/2023).

Baca Juga

"Dalam hal ini PKS memandang perlu mengedepankan salah satu visi reformasi 1998, yang berkomitmen untuk penghapusan dwifungsi ABRI, dalam hal ini TNI-Polri," ujarnya menambahkan.

Komisi II DPR bersama pemerintah sepakat dalam pengambilan keputusan tingkat I revisi UU ASN. Keduanya sepakat untuk membawa revisi undang-undang tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Salah satu poin yang sudah disepakati adalah terkait jabatan ASN yang diatur dalam BAB V revisi UU ASN. Di mana anggota TNI dan Polri dapat mengisi jabatan ASN non-manajerial.

"Tentang jenis jabatan ASN, mengelompokkan jenis jabatan menjadi dua yaitu jabatan manajerial dan non-manajerial. Jabatan manajerial terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, jabatan tinggi pratama, jabatan administrator, dan jabatan pengawas," ujar Ketua Panja revisi UU ASN Syamsurizal dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I bersama pemerintah, Selasa (26/9/2023).

"Jabatan non-manajerial terdiri dari jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. Pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI dan anggota Polri," kata dia menambahkan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas menjelaskan, revisi UU ASN bertujuan untuk menjawab tantangan dan ekspektasi publik yang kian besar terhadap kualitas pelayanan publik. Sehingga butuh birokrasi yang geraknya fleksibel, dinamis, dan profesional.

"RUU ini juga hadir sebagai payung untuk mewujudkan kualitas pelayanan publik secara merata. Dengan mobilitas talenta nasional yang akan semakin mudah untuk mengurangi kesenjangan talenta yang terjadi di sejumlah daerah, terutama di daerah luar Jawa," ujar Azwar.

Terdapat tujuh klaster yang dibahas dan disepakati oleh pemerintah bersama Komisi II. Pertama adalah kluster penguatan dan pengawasan sistem merit. Kedua, penetapan kebutuhan ASN.

Kluster ketiga adalah kesejahteraan ASN. Keempat, klaster terkait pengurangan ASN akibat perampingan organisasi. Klaster kelima terkait penataan tenaga honorer. Keenam digitalisasi manajemen ASN. "Dan tujuh, penguatan khusus ASN pada lembaga legislatif dan yudikatif," ujar Azwar.

Pemerintah berharap revisi undang-undang tersebut mampu menjawab tantangan ASN ke depan. Tujuan utamanya adalah agar tercipta terwujudnya birokrasi yang profesional dan berkelas dunia, indeks persepsi korupsi semakin baik, dan indeks efektivitas pemerintah yang semakin baik.

"Hal ini dilakukan demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan masyarakat yang semakin sejahtera," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement