REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri akan melibatkan Detasemen Khusus (Densus) Anti-teror 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam seleksi calon anggota Polri. Asisten Kapolri Bidang SDM (As-SDM) Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan pelibatan Densus 88 dan BNPT tersebut dilakukan untuk mencegah masuknya para calon-calon anggota Polri yang memiliki paham-paham radikalisme dan penyimpangan psikologis.
“Polri ingin mereka yang masuk Akpol (Akademi Kepolisian), Bintara, dan Tamtama, tidak terpapar paham-paham radikal dan perilaku menyimpang, dan intoleran," begitu kata Irjen Dedi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta.
Irjen Dedi mengatakan pelibatan Densus 88 dan BNPT dalam rekrutmen calon anggota Polri itu sudah dibacakan internal. Kata dia, timnya sudah melakukan rapat kordinasi keterlibatan bersama-sama Densus 88 dan BNPT, Senin (17/4/2023). Dalam rapat tersebut, kata Irjen Dedi, Densus 88 menawarkan tools yang dapat mendeteksi paham-paham radikalisme yang dianut oleh seseorang.
"Yaitu dalam bentuk quesioner fisik dan CAT atau Computer Assisted Translation)," jelasnya.
Dedi mengatakan, tools yang dimiliki oleh Densus 88 itu dapat diterapkan dalam setiap tahap proses seleksi Akpol, Bintara, maupun Tamtama.
Sedangkan dari BNPT, kata Irjen Dedi, mendukung upaya pencegahan dini paham-paham radikalisme dalam proses seleksi calon anggota Polri tersebut. Kata dia, BNPT akan menyiapkan konsep pendeteksi dini yang khusus dalam proses seleksi para calon anggota Polri tersebut. "BNPT sudah siap untuk menyiapkan konsep deteksi dini paham-paham radikal serta bersedia untuk berkordinasi perihal data," ujarnya.
Selain pelibatan Densus 88 dan BNPT dalam proses seleksi calon anggota Polri itu, kata Irjen Dedi, juga menghendaki penguatan peran Bhabinkamtibmas. "Dalam rangka deteksi dini perilaku radikalisme, dan intoleransi calon-calon anggota Polri, kita akan membentuk tim khusus untuk pembahasan lebih lanjut," terang Irjen Dedi.