REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Kelompok seperatisme bersenjata di Papua akan membebaskan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen ke Pemerintah Indonesia. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menawarkan jalur negosiasi dan diplomatik damai dalam membebaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu.
Tawaran tersebut disampaikan TPNPB-OPM agar Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri menghentikan operasi militer bersenjata di Nduga, Papua Pegunungan. “Kami sampaikan kepada pemerintah Indonesia, dengan pimpinan TNI dan Polri, untuk segera hentikan operasi militer di Ndugama. Dan kami akan fokus untuk membebaskan sandera (Kapten Philips) melalui proses negosiasi, dan diplomatik damai,” kata Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom dalam siaran video yang diterima Republika.co.id, Sabtu (8/4/2023).
Sebby tak memberikan informasi kapan negosiasi untuk membebaskan Kapten Philips tersebut akan dilakukan. Akan tetapi, Sebby mengatakan, TPNPB-OPM sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyanderaan Kapten Philips tersebut, siap menerima perwakilan Indonesia dalam negosiasi dan misi diplomatik damai perilisan Kapten Philips.
“Kami siap melaksanakan itu,” ujar Sebby menambahkan.
Sebby menambahkan, pembebasan Kapten Philips ke pihak Indonesia, tak bisa langsung melakukan negosiasi dengan pasukan penyandera. Sebby mengatakan, agar pemimpin TNI maupun Polri dapat melakukan negosiasi damai dengan pihak tertinggi di TPNPB-OPM.
“Pimpinan TNI dan Polri tidak mungkin untuk melakukan negosiasi dengan Panglima Egianus Kogoya dengan pasukannya. Untuk kepentingan Papua, mau tidak mau, atau suka tidak suka, harus bernegosiasi dengan TPNPB markas pusat,” ujar Sebby.
Pernyataan TPNPB-OPM menawarkan jalur negosiasi dan diplomatik damai untuk membebaskan Kapten Philips ini merupakan sikap pelunakan terhadap pemerintah Indonesia. Sebelumnya, TPNPB-OPM menegaskan tak akan membebaskan Kapten Philips sampai pemerintah Indonesia memberikan hak kemerdekaan untuk Papua.
Kapten Philips disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sejak 7 Februari 2023. Penyanderaan tersebut dilakukan setelah separatisme bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya melakukan penyerangan di Lapangan Udara, Paro, di Paro, Nduga, Papua Pegunungan.
Dalam penyerangan tersebut, sayap bersenjata kelompok prokemerdekaan Papua itu, membakar pesawat terbang milik maskapai swasta Susi Air. Dua bulan penyanderaan tersebut, pihak pemerintah Indonesia, pun melakukan serangkaian operasi untuk misi pembebasan tersebut.
Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia termasuk dengan keputusan TNI dan Polri melakukan pengerahan pasukan militer dan korps tempur dari satuan khusus TNI-Polri untuk mengejar Egianus Kogoya dan kawanannya di wilayah-wilayah yang dikuasi oleh KKB di kawasan Nduga. Operasi pembebasan juga dengan melakukan pengetatan serta pengepungan kelompok penyandera oleh pasukan gabungan Satgas Damai Cartenz.
Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia juga turut menjajaki pendekatan persuasif dengan mengandalkan komunikasi tokoh adat, dan agamawan di Papua agar Egianus Kogoya melepaskan Kapten Philips. Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia, juga dengan meminta Polda Papua melakukan penegakan hukum atas peristiwa penyerangan dan pembakaran, serta penyanderaan Kapten Philip tersebut.
Kasatgas Humas Damai Cartenz Komisaris Besar (Kombes) Donny Charles menyampaikan, sudah mengidentifikasi 15 anggota KKB yang terlibat dalam aksi sepihak di Lapangan Udara Paro tersebut. Menurut Kombes Donny, 15 pelaku penyerangan tersebut, semuanya ditetapkan sebagai tersangka, dan berstatus DPO.
“Selain Egianus Kogoya, 15 tersangka yang bertatus DPO terkait dengan penyerangan dan pembakaran pesawat Susi Air tersebut adalah LLK, KG, DT, BT, MT, KT, MG, AT, KG, MG, SK, AK, BG, dan IG. Semua tersangka dan DPO tersebut adalah anggota KKB,” kata Kombes Donny kepada Republika.co.id, pada Selasa (28/3/2023).
Dia menambahkan, Operasi Damai Cartenz masih tetap mengutamakan pendekatan persuasif. Yakni, agar kelompok Egianus Kogoya itu menyerahkan diri ke pihak aparat keamanan Indonesia dan melepaskan Kapten Philips.