Jumat 03 Mar 2023 16:51 WIB

Putusan Penundaan Pemilu, Mahfud MD: Saya Kira Hakimnya tak Mengerti Taksonomi Hukum

Pemerintah memberikan dukungan ke KPU untuk mengajukan banding,

Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi.
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memberikan dukungan penuh kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk melakukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Menkopolhukam Mahfud MD, di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakan bahwa pemerintah memberikan dukungan penuh kepada KPU untuk melakukan banding terhadap putusan PN Jakarta Pusat yang memutuskan untuk menunda Pemilu 2024.

Baca Juga

"Iya, (KPU) juga sudah mengumumkan untuk banding, kita dukung," kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan putusan PN Jakarta Pusat yang memvonis KPU untuk menunda pemilu tersebut merupakan bentuk ketidakpahaman hakim tentang taksonomi (pengelompokan) ilmu hukum. Semua ahli hukum juga menyatakan bahwa keputusan itu kesalahan besar.

"Saya kira hakimnya tidak mengerti taksonomi ilmu hukum yang sangat dasar. Semua ahli hukum, semua orang yang tahu hukum, terutama yang tahu taksonomi ilmu hukum menyatakan (putusan) itu salah besar," ujarnya.

Mahfud menjelaskan terkait pelaksanaan Pemilu, bukan merupakan kewenangan pengadilan negeri. Sehingga keputusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut tidak bisa dilaksanakan.

Menurut dia, terkait persoalan hasil Pemilu merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara jika pada proses awal Pemilu merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kamarnya beda. Urusan Pemilu itu pengadilannya bukan pengadilan negeri, tapi ada MK kalau sudah hasil Pemilu, dan kalau proses awal itu PTUN atau Bawaslu. Itu sudah bunyi undang-undang," ujarnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa persoalan terkait pemilu masuk ke ranah hukum perdata yang bersifat privat. Padahal KPU merupakan badan hukum publik. Oleh karena itu, ia meminta KPU untuk melawan putusan PN Jakarta Pusat tersebut.

"Kok ini menjadi hukum perdata, hukum perdata itu kan privat, sementara KPU itu badan hukum publik. Oleh sebab itu biar KPU melawan dan rakyat mendukung itu," ujarnya.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757.Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Hakim menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan dan tujuh hari.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement