REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan mengusulkan amendemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Amendemen terbatas tersebut bertujuan untuk memasukkan usulan penundaan pemilu (Pemilu) di masa darurat.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, usulan tersebut berkaca pada pandemi Covid-19 yang berdampak besar terhadap seluruh sektor di Indonesia. Apalagi, konstitusi saat ini belum mengatur penundaan pemilu pada masa-masa seperti itu.
"Kalau kita mengacu pada UUD yang sekarang, katakanlah akibat kedaruratan itu pemilu enggak mungkin dilaksanakan. Nah, kalau kita mengacu pada UUD yang sekarang ini kan enggak ada aturannya," ujar Arsul saat ditemui di ruangannya, Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Rabu (9/8/2023).
Jika hal tersebut tak diatur, akan muncul potensi pembangkangan masyarakat di tengah masa-masa darurat seperti itu. Sebab, tidak mungkin memaksakan pelaksanaan pemilu di tengah kegentingan seperti pandemi dan gempa besar.
Adapun usulan amandemen tersebut akan disampaikan di Hari Konstitusi pada 18 Agustus 2023. Harapannya, lewat kajian dan pembahasan dengan banyak kalangan itu, MPR akan mendapatkan kewenangan tersebut lewat amendemen terbatas.
"Kami berharap MPR itu punya kewenangan, artinya tempat memutuskan mencari jalan keluarnya itu harus ada di MPR. Termasuk misalnya kewenangan untuk 'Oke kita tunda', menyatakan itu ditunda, tetapi itu beberapa bulan dan segala macam," ujar Arsul.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa usulan amendemen terbatas terhadap UUD 1945 bukan untuk menunda Pemilu 2024. MPR tetap berkomitmen terhadap pelaksanaan kontestasi nasional 14 Februari 2024.
"Bahwa amendemennya itu nanti setelah MPR hasil Pemilu (2024), itu soal lain. Tapi ini lho harus ada yang kita pikirkan, gagasan itu harus kita lempar dari sekarang," ujar Arsul.
"Supaya orang itu tidak curiga ini jangan-jangan mau menunda pemilu lagi, makanya kita tegaskan dulu di sidang tahunan posisi MPR itu pemilu yang 14 Februari itu harus on time," katanya menegaskan.