REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis hakim ‘mencampakkan’ pertimbangan peringanan hukuman untuk terdakwa Putri Candrawathi (PC) ajuan jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya. Majelis hakim dalam vonis dan putusan terhadap istri dari mantan kadiv Propam Polri itu menegaskan, tak ada alasan yang meringankan hukuman atas perbuatan Putri.
Istri Ferdy Sambo dinilai turut serta bersama-sama suaminya melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
“Tidak ada pertimbangan yang meringankan untuk terdakwa Putri Candrawathi,” kata Anggota Majelis Hakim Alimin Sujono saat membacakan putusan terhadap Putri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatna (PN Jaksel), Senin (13/2/2023) petang.
Majelis hakim dalam putusannya, malah memperberat hukuman untuk Putri satu setengah kali lipat dari tuntutan jaksa. Hakim menyatakan Putri bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana Brigadir J. Atas vonis bersalah tersebut, hakim menjatuhkan pidana selama 20 tahun.
“Menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis terhadap Putri di PN Jaksel, Senin (13/2/2023) petang.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” kata hakim Wahyu melanjutkan.
Putusan terhadap Putri itu bulat mufakat tanpa ada perbedaan pendapat dari dua anggota majelis hakim lainnya. Hukuman 20 tahun penjara terhadap Putri ini, lebih berat dari tuntutan jaksa. Saat penuntutan, Rabu (18/1/2023) lalu, jaksa cuma meminta majelis hakim menghukum Putri selama 8 tahun penjara. Dalam tuntutannya itu, jaksa memberikan sejumlah pertimbangan yang meringankan hukuman untuk Putri.
Jaksa melihat ibu 49 tahun itu belum pernah berurusan dengan masalah maupun dihukum. Pun juga tidak pernah melakukan tindak pidana lainnya. Juga, dikatakan jaksa, hal yang meringankan Putri dalam penuntutan, melihat ibu dari tiga anak, dan ibu asuh dari satu putra adopsi itu, berperilaku santun selama menjalani persidangan.
Akan tetapi, dengan pemberatan hukuman terhadap Putri itu, majelis hakim membuang pertimbangan keringanan hukuman untuk Putri tersebut. Justru sebaliknya, majelis hakim menguatkan putusannya terhadap Putri dengan sejumlah argumentasi pemberatan. Hakim Alimin melanjutkan, sedikitnya lima alasan objektif untuk memperberat hukuman terhadap Putri.
Menurut hakim, Putri pantas dihukum berat melihat status sosialnya sebagai istri dari seorang Sambo, aparat penegak hukum selaku Kadiv Propam Polri. “Sekaligus terdakwa adalah sebagai pengurus pusat Bhayangkari,” kata Hakim Alimin.
Terdakwa Putri sebagai bendahara umum Bhayangkari, seharusnya kata hakim, menjadi contoh dan teladan prilaku bagi para anggota Bhayangkari lainnya. Bhayangkari adalah organisasi para ibu-ibu para anggota Polri. “Bahwa terdakwa Putri Candrawathi sebagai Bhayangkari seharusnya memberikan contoh dalam perannya sebagai isteri mendampingi suami,” tutur Hakim Alimin.
Perbuatan Putri yang turut serta melakukan pembunuhan berencana, juga dinilai mencederai institusi Polri. Pun Putri selama dipersidangan, kata Hakim Alimin, berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Dan tak berterus terang dalam memberikan kesaksian atas perkara pembunuhan Brigadir J.
“Sehingga menyulitkan jalannya persidangan,” sambung Hakim Alimin.
Paling fatal dalam pertimbangan pemberatan tersebut, kata Hakim Alimin, Putri tetap tak mengakui perbuatannya. Alih-alih mengakui turut serta melakukan pembunuhan berencana, Putri sebagai terdakwa tetap keukeuh melabeli dirinya sebagai korban.
“Bahwa terdakwa tidak mengakui kesalahannya, dan mengakui dirinya sebagai korban,” kata Hakim Alimin.
Juga atas perbuatan dua terdakwa pasangan suami isteri itu, menimbulkan dampak kerugian materil dan moril bagi institusi, dan para anggota Polri. “Bahwa perbuatan terdakwa, telah memutus masa depan banyak personil anggota kepolisian yang terlibat,” tegas Hakim Alimin.
Sebelum menjatuhkan pidana terhadap Putri, majelis hakim yang sama, Senin (13/2/2023), juga sudah memvonis terdakwa Ferdy Sambo sebagai aktor utama pembunuhan berencana. Dalam putusannya, majelis hakim menghukum pecatan Polri bintang dua itu dengan pidana mati. Hukuman pidana mati tersebut, pun lebih berat dari tuntutan jaksa, yang meminta hakim hanya menghukum Sambo penjara seumur hidup.