Kamis 07 Jul 2022 15:13 WIB

DPR Tetapkan RUU Papua Barat Daya Jadi Usul Inisiatif Komisi II

Persetujuan dilakukan tanpa merevisi UU Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menetapkan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi RUU usul inisiatif DPR. Penetapannya dilakukan dalam rapat paripurna ke-28 DPR Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022.

"Kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah RUU usul inisiatif komisi II DPR tentang Provinsi Papua Barat Daya dapat disetujui jadi RUU usul DPR RI?" tanya Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel selaku pimpinan rapat paripurna yang dijawab setuju, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) menggelar rapat pleno harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Papua Barat Daya. Persetujuan dilakukan dengan keputusan tanpa merevisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

"Kami meminta persetujuan kepada rapat, apakah hasil harmonisasi (RUU) Provinsi Papua Barat Daya dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi dijawab setuju oleh peserta rapat, Senin (30/5/2022).

Dari sembilan fraksi yang hadir dalam rapat pleno tersebut, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak setuju. Salah satu alasannya adalah pertimbangan keuangan negara yang masih dalam proses pemulihan ekonomi dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

"Proses persiapan pembentukan hingga penyelenggaraan DOB membutuhkan dana hingga triliunan rupiah. Padahal, keuangan negara masih mengalami defisit yang bertambah setiap tahunnya," ujar anggota Baleg Fraksi Partai Demokrat, Debby Kurniawan.

Di samping itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengevaluasi terlebih dahulu pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dari hasil evaluasi tersebut, dapat diketahui apakah pemekaran benar-benar merupakan hal yang urgen atau tidak.

"Termasuk juga mengetahui apakah memang pemekaran wilayah ini sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemajuan kehidupan rakyat Papua," ujar Debby.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement