REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill (mesin penggilingan tebu) di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI tahun 2015-2016 segera menjalani persidangan. Saat ini, kedua tersangka ditahan di Jakarta.
"Tim Penyidik telah melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) pada Rabu (29/12) kepada tim jaksa dengan tersangka BAP (Budi Adi Prabowo) dan kawan-kawan karena berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (30/12).
Selanjutnya penahanan beralih dan dilanjutkan oleh tim jaksa untuk masing-masing selama 20 hari, terhitung mulai 29 Desember 2021 sampai Januari 2022, yaitu Budi Adi Prabowo (BAP) di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih dan Arif Hendrawan (AH) di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Tim jaksa akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam waktu 14 hari kerja. Persidangan akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya," ungkap Ali.
Dalam konstruksi perkara, Budi Adi Prabowo selaku Direktur PTPN XI Periode 2015-2016 mengenal baik tersangka Arif Hendrawan selaku Direktur PT WDM melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015. Perbuatan tersebut di antaranya menyepakati Arif sebagai pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto, walau proses lelang belum dimulai sama sekali.
Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang. Selain itu, Arif aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp 78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan satu lot six roll mill di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan Budi dan Arif adalah senilai Rp 79 miliar. Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing.
Hal itu karena PT WDM sudah terlebih dahulu menyiapkan komponen barangnya. KPK menduga saat proses lelang masih berlangsung ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi. Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima PT WDM yang disetujui tersangka Budi.
KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp 15 miliar dari nilai kontrak Rp 79 miliar. Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.