Kamis 25 Nov 2021 21:43 WIB

Eks Direktur PTPN XI Diyakini Rugikan Negara Rp 15 Miliar

Ia tersangkut kasus korupsi di Pabrik Gula Djatiroto.

Rep: Rizkyan Adiyuhda/ Red: Fuji Pratiwi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) memberikan keterangan pers dengan latar belakang dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pabrik gula Djatiroto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11/2021). KPK menahan dua orang tersangka yakni eks Direktur Produksi PTPN XI Tahun 2015-2016 Budi Adi Prabowo dan Direktur PT. Wahyu Daya Mandiri (WDM) Arif Hendrawan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara XI periode tahun 2015-2016, yang merugikan negera mencapai Rp15 Miliar.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) memberikan keterangan pers dengan latar belakang dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pabrik gula Djatiroto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11/2021). KPK menahan dua orang tersangka yakni eks Direktur Produksi PTPN XI Tahun 2015-2016 Budi Adi Prabowo dan Direktur PT. Wahyu Daya Mandiri (WDM) Arif Hendrawan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara XI periode tahun 2015-2016, yang merugikan negera mencapai Rp15 Miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Direktur Produksi PTPN XI Tahun 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri Arif Hendrawan (AH) sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga terlibat kasus korupsi dalam pengadaan dan pemasangan six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI tahun 2015-2016.

"Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp 15 miliar dari nilai kontrak Rp 79 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/11).

Baca Juga

Penetapan tersangka menyusul KPK yang telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud. Selanjutnya KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan.

Alexander mengatakan, perkara bermula saat tersangka Budi Adi Prabowo melakukan beberapa kali pertemuan dengan Arif Hendrawan, yang merupakan kenalan baiknya. Pertemuan berlangsung pada 2015 dan menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.

Keduanya bersama dengan beberapa staf di PTPN XI juga telah melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand sebelum lelang dimulai. Kunjungan diduga dibiayai oleh tersangka Arif disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk tersangka Budi Adi.

Usai studi banding tersebut tersangka Budi Adi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan yang bakal dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri. Di saat yang bersamaan, tersangka Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.

Selain itu tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 78 miliar. Termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot Six Roll Mill di PG Djatiroto.

"Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka BAP dan tersangka AH yaitu senilai Rp 79 miliar," kata Alexander.

Saat proses lelang dilakukan diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT Wahyu Daya Mandiri dibantaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat Aanwijzing. Karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.

"Diduga pula saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian 1 unit mobil oleh tersangka AH kepada BAP. Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka BAP," kata dia.

Atas perbuatannya, tersangka BAP dan Tersangka AH disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement