REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam sidang lanjutan kasus perkara red notice dengan terdakwa Tommy Sumardi, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi PHL Kordinator Pemgawasan PPNS Bareskrim Polri bernama Abdul Basir Rifai. Ia merupakan anak buah dari Brigjen Prasetijo Utomo.
Abdul diangkat sebagai Plh Koordinator Pengawasan PPNS sejak Prasetijo menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawas PPNS Bareskrim Polri pada 2019. Ia bertugas mengurusi keuangan dan menyiapkan kebutuhan pribadi Prasetijo ketika di kantor.
Dalam persidangan, Jaksa mencecar Abdul ihwal keterangannya yang berbeda antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan persidangan. Keterangan pertama yang berbeda, yakni terkait isi dari tas jinjing yang dibawa Prasetijo saat Abdul mengantarkan Prasetijo ke gedung TNCC Polri Lantai 11 Divhubinter Polri pada 28 April 2020 untuk bertemu Irjen Napoleon Bonaparte.
Abdul mengaku saat itu diperintahkan membawa tas jinjing warna gelap yang diberikan Prasetijo. Isi tas jinjing itu, kata Abdul, adalah masker dan hand sanitizer.
"Isinya apa?, " tanya Jaksa Erianto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (17/11).
"Ada masker hand sanitizer obat dan HP bapak, " jawab Abdul.
Jaksa pun menanyakan apakah tas jinjing yang dibawa dalam keadaan terbuka. Abdul pun mengaminkannya. Mendengar jawaban Abdul, Jaksa langsung mencocokan dengan keterangan Abdul saat pemeriksaan dalam penyidikan yang justru mengaku tak tahu menahu isi dalam tas jinjing tersebut.
"BAP Rabu tanggal 26 Agustus 2020 sekira pukul 14.05 ditanya saksi apa isi paper bag dalam BAP tersebut saudara menyatakan saya tak tahu apa isi paper bag yang saya bawa sedangkan tadi isi yang saudara nyatakan," cecar Jaksa.
'Saat itu saya lupa dan dalam kondisi takut, " jawabnya.
"Tolong ingat betul-betul. Mana yang benar?, " tanya Jaksa Erianto lagi untuk memastikan.
"Yang sekarang pak," jawabnya.
Tak puas dengan jawaban Abdul, hakim ketua Muhammad Damis mencecar Abdul dengan menanyakan berapa item masker dan hand sanitizer yang ada di paper bag dan berat tas jinjing itu. Damis juga meminta Abdul berkata jujur.
"Saya tanya beratnya (tas jinjing) seperti apa, makanya saya tanya hand sanitizer seperti apa dan sebagainya, saya bisa mengukur kalau Saudara berbohong. Bukan tanpa tujuan saya tanya," tanya hakim Damis.
Hakim anggota, Joko Subagyo juga meminta Abdul berkata jujur tentang isi tas jinjing tersebut.
"Apa itu lazim? Apa lazim Pak Prasetijo bawa HP di sembarang tempat? Apa itu biasa buat Pak Prasetijo? Biasa naruh HP di tas jinjing sampai tas jinjing ketinggalan, HP dipegang karena selama kita tahu pejabat itu pegang HP?" tanya hakim Joko.
"Ya kebiasaan Bapak (Prasetijo) selama pandemi biasanya bawa cadangan-cadangan, kadang-kadang HP dipegang sendiri, kadang ditaruh tas, kadang di tas jinjing, "jawab Abdul.
"Saudara tidak dipengaruhi pihak lain kan? Risiko memberikan keterangan tidak benar hukumnya malah melebihi terdakwa loh sampai 12 tahun. Bukan saya mengancam, tapi regulasinya gitu, makanya di sini kejujuran Saudara dibutuhkan. Jadi tetap bertahan jawaban itu?" tegas hakim Joko.
"Tetap, " tegas Abdul.
Jaksa kemudian mengonfirmasi kembali salah satu BAP Abdul Basir terkait dirinya yang mengaku melihat Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo keluar dari ruangan Irjen Napoleon. Kepada Jaksa, Abdul kembali membantah isi BAP yang ia berikan saat penyidikan.
"Poin 32, selain saudara dengan Brigjen Prasetijo apakah ada orang lain yang bersama Kadivhubinter saat itu, saudara jelaskan tidak ada orang lain selain saya dan Brigjen Prasetijo ke ruangan Kadivhubinter. Tapi setelah keluar dari Kadivhubinerpolri saya lihat Tommy Sumardi keluar bersama Prasetijo dan kemudian kami bertiga turun dan meninggalkan gedung TNCC bersama-sama hingga sampai lobi gedung. Benar atau tidak?" cecar Jaksa.
"Tidak, " tegasnya.
"Saudara berikan keterangan ini di bawah tekanan atau gimana? Saudara diperiksa oleh Setyawan Dwi Atmijo ada tekanan?" tanya jaksa.
"Di situ ada perubahan pak," jawabnya. Jaksa pun langsung membacakan perubahan tersebut.
"Izin saya bacakan yang mulia, BAP diubah menjadi 'Tidak ada orang selain saya dan beliau yang ke ruangan Kadivhubinter Irjen Napoleon Bonaparte saat itu, tetapi setelah Brigjen Prasetijo keluar ruangan Irjen Napoleon saya melihat Tommy Sumardi juga keluar dari ruangan Irjen Napoleon, dan saya tidak melihat orang lain yang keluar dari ruang Irjen Napoleon selain Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo, sehingga saya yakini Brigjen Prasetijo bersama Tommy Sumardi saat berada di ruangan Irjen Napoleon'. Itu perubahan saudara," tanya Jaksa lagi.
Abdul kembali membantah BAP yang terbaru itu. Menurut Abdul, yang benar adalah Tommy Sumardi keluar dari ruang Irjen Napoleon sendiri dan Brigjen Prasetijo berada di ruang Sekretaris NCB Interpol Polri bukan di ruangan Napoleon.
"Pertama Pak Tommy keluar sekitar jam 19.00 WIB, Pak Prasetijo sudah ada di ruangan Ses NCB Interpol. Saya mengetahui keluar dari ruangan Irjen Napoleon, Pak Tommy tanya 'Bapak (Prasetijo) di mana?' saya kasih tahu Pak Tommy bahwa Pak Prasetijo ada di dalam (ruang Sekretaris NCB Interpol) setelah Pak Tommy masuk ke dalam, kita keluar berdua turun bareng-bareng ke lobby," terang Abdul.
Dikonfirmasi terkait keterangan Abdul, Tommy langsung membantahnya. Ia menegaskan, dirinya keluar ruangan Irjen Napoleon itu berdua dengan Brigjen Prasetijo dan tidak sendiri.
"Seingat saya, saya keluar bersama Brigjen Prasetijo dari ruangan Irjen Napoleon," kata Tommy.
Sebelumnya, JPU mendakwa pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dollar AS, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dollar AS. Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.