Kamis 12 Nov 2020 18:10 WIB

Jejak Kedekatan Jaksa Agung dan Perantara Djoko Tjandra

MAKI merilis foto dugaan kedekatan saksi Rahmat dan Jaksa Agung St Burhanuddin.

Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) dan pengusaha Rahmat bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) dan pengusaha Rahmat bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menduga adanya kedekatan antara saksi Rahmat dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin terkait skandal pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana Djoko Tjandra. Kordinator MAKI Boyamin Saiman menguatkan dugaan tersebut, dengan mengungkapkan salah satu dokumentasi berupa foto antara Burhanuddin, dan Rahmat yang bertemu di ruang pemimpin Kejaksaan Agung (Kejakgung) tersebut.

Baca Juga

“Foto (pertemuan) itu diduga, diperoleh (terjadi) bulan Maret atau April 2020,” terang Boyamin, kepada Republika, Kamis (12/11).

Dalam dokumentasi yang Boyamin kirimkan, tampak Burhanuddin yang berswafoto bersama dengan Rahmat di ruang kerja Jaksa Agung. Burhanuddin, dalam foto tersebut berdiri mengenakan setelan kemeja putih, dengan bawahan hitam, sambil melipat kedua tangan. Adapun Rahmat, yang berdiri di sebelah kirinya, mengenakan kemeja bermotif batik cokelat, dan putih.

Menurut Boyamin, foto tersebut semestinya, menjadi bahan baru bagi tim jaksa penuntut umum (JPU), pun majelis hakim PN Tipikor Jakarta, untuk menguak keterlibatan para petinggi-petinggi Korps Adhyaksa dalam kasus yang menyeret jaksa Pinangki Sirna Malasari menjadi terdakwa penerimaan suap-gratifikasi, dari Djoko Tjandra. Termasuk kata Boyamin, dokumentasi tersebut, semestinya menjadi modal bagi pengadilan, mengungkap ‘King Maker’ dan ‘Bapakku-Bapakmu’ dalam skandal Djoko Tjandra.

Boyamin menerangkan, pertemuan Burhanuddin dan Rahmat itu diperkirakan pada Maret atau April. Dan terkait dengan pengurusan fatwa MA oleh Pinangki untuk Djoko Tjandra terjadi medio November-Desember 2019. Akan tetapi, kata Boyamin, JPU, maupun hakim, patut curiga, pun wajib mendalami pertemuan tersebut.

“Seakan-akan memang beda waktu (antara upaya fatwa MA, dan foto), tetapi kan bisa didalami. Misalnya, Rahmat ini, kenal dengan pejabat-pejabat di Kejaksaan Agung ini, dan ketemu Jaksa Agung itu dalam rangka apa. Dan mengkomunikasikan apa,” terang Boyamin.

Rahmat, merupakan saksi penting dalam skandal pengurusan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra. Mengacu dakwaan Pinangki, Rahmat adalah salah satu pengusaha lokal yang dekat Djoko Tjandra.

Rahmat pula yang mempromosikan kepada Djoko Tjandra, dan memperkenalkan Pinangki. Meskipun, mengacu dakwaan, Pinangki yang terlebih dahulu berkenalan dengan Rahmat di salah satu restoran di Jakarta.

photo
Jaksa Agung St Burhanuddin (kiri) dan Rahmat. - (MAKI/Boyamin Saiman)

Setelah pertemuan tersebut, Rahmat yang membawa Pinangki bertemu Djoko Tjandra, dua kali pada November 2019 di Malaysia. Dalam dua kali pertemuan tersebut, mengacu dakwaan, Pinangki dan membahas masalah hukum terkait putusan MA 2009 yang memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara terkait korupsi hak tagih Bank Bali 1999 yang merugikan negara Rp 904 miliar.

Dalam pertemuan di Menara the Exchange 106 Kuala Lumpur itu pula, Djoko Tjandra meminta Pinangki, mencari cara agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani eksekusi putusan MA 2009. Padahal, diketahui dalam pertemuan dengan Pinangki tersebut, Djoko Tjandra merupakan buronan korupsi Kejakgung, dan Interpol.

Dari pembahasan tersebut, pada pertemuan selanjutnya, Pinangki menawarkan proposal Action Plan JC Case 2019 kepada Djoko Tjandra, senilai 100 juta dolar AS (Rp 1,4 triliun). Proposal tersebut, merupakan rangkaian, dan tahapan skema pembebasan Djoko Tjandra via fatwa MA yang akan dijalankan Pinangki, bersama mitranya, politikus Nasdem Andi Irfan Jaya yang juga kini terdakwa.

Mengacu pada proposal itu, misi membebaskan Djoko Tjandra dimulai pada Februari-Juni 2020. Djoko Tjandra dikatakan menolak nilai proposal Rp 1,4 triliun itu. Tetapi, keduanya dikatakan setuju di angka 10 juta dolar, atau sekira Rp 150 miliar.

Sebagai kesepakatan, Djoko Tjandra memerintahkan adik iparnya Herrijadi Angga Kusuma memberikan panjar 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar), dari janji 1 juta dolar AS atas bantuan Pinangki. Uang 500 ribu dolar tersebut, diterima Andi Irfan pada November 2019, dan diberikan kepada Pinangki.

Di dalam action plan tersebut, nilai 10 juta dolar AS akan disiapkan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat Kejagung, berinisial BR, dan petinggi mahkamah, berinisial HA. Belakangan diketahui, inisial BR, mengacu pada Jaksa Agung Burhanuddin, sementara inisial HA mengacu pada mantan ketua MA, Hatta Ali yang sudah purnatugas, sejak April 2020 lalu.

In Picture: Sidang Lanjutan Jaksa Pinangki Sirna Malasari

photo
 

Rahmat, pengusaha yang diketahui sebagai pengurus di Koperasi Nusantara itu diperiksa lebih dari lima kali oleh penyidik di Jaksa Agung Muda (JAM Pidsus) Kejagung. Pada Senin (9/11), Rahmat juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Pinangki di PN Tipikor. Dalam persidangan keempat tersebut, Rahmat mengakui kenal, dan mengiyakan menjadi pihak yang memperkenalkan Pinangki dengan Djoko Tjandra. Bahkan, Rahmat, pun mengaku pernah mendengar istilah ‘King Maker’ dari Pinangki.

“Iya benar,” kata Rahmat, saat menjawab pertanyaan JPU KMS Roni tentang ‘King Maker’. Tetapi, dalam persidangan tersebut, Rahmat mengaku tak tahu siapa ‘King Maker’ yang diistilahkan Pinangki tersebut.

Rahmat, dalam pengakuannya, hanya diminta mengantarkan Pinangki bertemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur. Namun, kata Rahmat, dirinya tak ambil bagian dalam urusan pengaturan fatwa bebas MA. Pun, Rahmat mengaku tak ikut-ikutan, dalam pembahasan biaya Action Plan JC Case 2019.

“Saya tidak ikut-ikutan. Saya tidak ngikuti kasusnya apa. Jadi saya tidak tahu,” kata Rahmat.

Boyamin melanjutkan, bungkamnya Rahmat terkait ‘King Maker’ di PN Tipikor seperti aksi tak bertaji para JPU, pun hakim untuk lebih mendalami skandal fatwa MA tersebut. Karena menurut Boyamin, JPU, maupun para Hakim Tipikor, semestinya mampu membuat Rahmat buka mulut tentang siapa ‘King Maker’ tersebut.

Pun, kata Boyamin, jaksa dan hakim, semestinya tetap menggali peran Rahmat, dalam hubungannya dengan Pinangki, serta bagaimana perannya dapat menembus lapis utama Jaksa Agung.

“Atas kesaksian Rahmat di pengadilan kemarin, sangat disayangkan. Karena semestinya, JPU, ataupun hakim bisa mendalami dengan teknik tertentu supaya Rahmat itu, membuka lebih jauh siapa sebenarnya King Maker itu. Dan dapat menggali, apakah peran antara Rahmat dan Pinangki itu, juga melibatkan petinggi-petinggi di Kejaksaan Agung,” kata Boyamin.

Apalagi, kata Boyamin, Rahmat juga mengaku pernah mendapatkan semacam pengaturan untuk memberikan kesaksian. Yakni, saat Pinangki diperiksa di Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) sebelum ditetapkan tersangka, Juli 2020 lalu.

“Rahmat menyatakan sebelum diperiksa JAM Was, mendapatkan briefing dari PSM (Pinangki), bahwa perkara telah dikondisikan atasan. Dan data komunikasi handphone milik Rahmat, dihapus oleh orang lain yang ada kaitannya dengan Pinangki,” kata Boyamin menambahkan.

Terkait dokumentasi dan pengungkapan MAKI tentang Rahmat, Jaksa Agung Burhanuddin tak memberikan respons apa pun. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono, kepada Republika mengatakan, belum mengetahui terkait foto yang menggambarkan tentang pertemuan antara Rahmat, dan Burhanuddin tersebut.

Namun kata Hari, semua tudingan dan prasangka apa pun yang terkait dengan perkara pengaturan fatwa MA untuk Djoko Tjandra, sudah memasuki ranah pembuktian di persidangan. Menurut Hari, masyarakat dapat mengawasi, maupun menilai fakta-fakta hukum yang terungkap dalam sidang yang menghadirkan seluruh terdakwa, dan para saksi yang diajukan ke PN Tipikor.

“Perkara sudah dipersidangan yang digelar terbuka untuk umum. Sehingga dapat dilihat fakta-faktanya yang terungkap di persidangan,” terang Hari.

 

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement