Kamis 12 Nov 2020 20:54 WIB

Sulitnya KPK Dapatkan Salinan Dokumen Perkara Djoko Tjandra

KPK sudah dua kali meminta dokumen perkara Djoko Tjandra ke Kejagung dan Bareskrim.

Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra  menjalani sidang lanjutan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang lanjutan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Dian Fath Risalah, Bambang Noroyono

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah dua kali meminta dokumen kasus yang berkaitan dengan perkara Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareskrim Polri. Hal itu berkenaan dengan supervisi yang akan dilakukan terkait kasus korupsi tersebut.

Baca Juga

"Benar, tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari perkara tersebut, baik dari Bareskrim maupun Kejagung," kata Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Kamis (12/11).

Namun, dia mengatakan bahwa permintaan salinan dokumen itu hingga saat ini belum diperoleh KPK. Dia melanjutkan, salinan berkas dan dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat.

Nawawi melanjutkan, kelengkapan berkas dan dokumen-dokumen tersebut selanjutnya akan ditelaah. Sehingga, dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap klaster-klaster yang belum tersentuh.

Dia menegaskan, hal tersebut sejalan dengan tugas KPK berdasarkan Undang-Undang (UU). Hal itu juga setali tiga uang dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 102 tahun 2020 tentang pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Korupsi.

"Bukan KPK yang minta dihargai, tapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang sehingga aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak," katanya.

Nawawi mengatakan, KPK hanya memiliki dokumen yang diberikan oleh masyarakat. Lembaga antirasuah itu mengaku akan menggelar hasil telaahan dari dokumen-dokumen yang diperoleh dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam waktu dekat.

In Picture: Sidang Lanjutan Jaksa Pinangki Sirna Malasari

photo
 

 

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejagung dan Bareskrim Polri untuk kooperatif dengan supervisi yang dilakukan KPK terkait penanganan perkara Djoko Tjandra.

"ICW mendesak agar Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri dapat kooperatif terhadap KPK. Dalam hal ini KPK sudah menerbitkan surat perintah supervisi disertai dengan mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung dan Bareskrim agar segera menyerahkan berbagai dokumen terkait kasus yang melibatkan Joko S Tjandra, namun sepertinya tidak ditindaklanjuti dengan baik," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Republika, Kamis (12/11).

Kurnia mengingatkan, tugas supervisi yang dijalankan KPK merupakan amanat UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Selain itu, supervisi yang dilakukan KPK semakin kuat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kurnia menekankan, dalam aturan itu mewajibkan Polri dam Kejagung memberikan akses bagi KPK untuk melakukan supervisi terhadap perkara korupsi yang sedang ditangani. "Dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b Perpres 102/2020 menyebutkan bahwa KPK berwenang meminta kronologis dan juga laporan perkembangan penanganan perkara yang sedang dikerjakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan," terangnya.

Oleh karena itu, supervisi ini penting dilakukan KPK untuk mendalami atau menyelidiki kemungkinan adanya aktor lain yang terlibat dalam skandal Djoko Tjandra. Salah satunya mengenai alasan Djoko Tjandra memercayai begitu saja Pinangki Sirna Malasari.

Padahal, Pinangki tak memiliki jabatan penting di Kejagung yang bersinggungan langsung dengan perkara yang menjerat Djoko Tjandra. "Apakah mungkin ada petinggi institusi tertentu yang menjamin bahwa ia dapat membantu Joko S Tjandra?" ujarnya.

ICW juga menilai KPK seakan tidak serius untuk turut mengusut skandal Djoko Tjandra yang melibatkan aparat penegak hukum dan nominal uang yang besar. Sejauh ini, ICW melihat hanya satu dari lima pimpinan yang menaruh perhatian terhadap perkembangan penanganan skandal tersebut.

"Selama ini yang memberikan perhatian lebih terhadap perkara Joko S Tjandra hanya satu diantara lima pimpinan KPK," katanya.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak juga meminta Kejagung segera menyerahkan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra ke KPK.

"Kalau memang ada hambatan begitu, tentu kami (Komjak) memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan segera diserahkan," kata Barita saat dikonfirmasi, Kamis (12/11).

Barita menegaskan, jika dalam waktu yang sudah ditentukan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra belum juga diserahkan, maka Komjak akan menyurati Kejagung. "Tentu Komisi akan menyurati agar segera membantu tugas-tugas itu," kata Barita.

Dikonfirmasi terpisah, pihak Kejagung membantah mengabaikan permintaan KPK terkait permintaan dokumen, dan seluruh berkas penanganan perkara skandal hukum terpidana Djoko Sugiarto Tjandra.  Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono menegaskan, dirinya sebagai pemimpin dalam penanganan skandal korupsi tersebut, sudah memerintahkan bawahannya memenuhi keinginan KPK untuk mendapatkan seluruh berkas, dan dokumen penyidikan kasus pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) tersebut.

“Aku sudah menyetujui kok. Aku prinsinpsinya enggak keberatan. Dan aku sudah mengizinkan (agar KPK mendapatkan berkas dan dokumen perkara Djoko Tjandra),” terang Ali saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Kamis (12/11).

Menurut Ali, izin darinya sebagai JAM Pidsus, agar KPK mendapatkan akses dokumen, dan berkas penanganan perkara itu, ia tanda tangani saat KPK tersebut memintakan.

“Sudah lama saya acc. Mungkin saat sesuai surat (permintaan) dari KPK itu,” terang Ali.

Namun, kata Ali, ia akan memastikan kembali perizinan darinya itu, pada Jumat (13/11) besok. “Besok (13/11), aku cek jugalah. Yang pasti pada prinsipnya, tidak masalah (KPK mendapat akses dokumen, berkas perkara Djoko Tjandra),” sambung Ali.

 

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement