Kamis 23 Aug 2018 14:53 WIB

Romahurmuziy Penuhi Panggilan KPK

Romy diperiksa dalam kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy (Romi).
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy (Romi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (26/7). Romy akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBNP Tahun 2018.

Ia tiba sekitar pukul 13.10 WIB mengenakan jas berwarna biru dengan kemeja putih. Saat ditanyakan ihwal pemeriksaannya, Romy memilih menjelaskannya seusai diperiksa.

"Nanti soal materi setelah kita diperiksa ya," kata Romy di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/8).

Sedianya, Romy diperiksa KPK pada Senin, 20 Agustus 2018. Namun, dia tak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan tengah mengikuti serangkaian kegiatan partai di daerah.

"Jadi, saya putuskan hari ini karena siang ini saya masih menerima dubes Uni Eropa untuk Indonesia," katanya menerangkan.

Diketahui, KPK terus mendalami kasus dugaan suap terkait usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada RAPBNP tahun anggaran 2018. Pada Kamis (26/7), KPK menggeledah tiga lokasi, yakni Apartemen di Kalibata City yang dihuni Suherlan, rumah dinas anggota Komisi XI dari Fraksi PAN, dan rumah Puji Suhartono.

Penyidik KPK menyita uang sekira Rp 1,4 miliar dalam bentuk dolar Singapura dari rumah Puji di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan. Selain uang, tim penyidik KPK  juga mengamankan dokumen terkait permohonan anggaran daerah. Dari apartemen Suherlan, disita kendaraan Toyota Camry dan dari rumah dinas anggota DPR disita dokumen.

Kasus ini diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Mei lalu dan empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono, Eka Kamaluddin (swasta-perantara), Yaya Purnomo (kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu), dan Ahmad Ghiast (swasta).

Awalnya, penyidik menduga ada penerimaan yang mencurigakan, yaitu Rp 400 juta diterima Amin Santono dan Rp 100 juta diterima Eka Kamaluddin. Uang itu ditransfer dari kontraktor Ahmad Ghias dan merupakan bagian dari tujuh persen commitment fee yang dijanjikan dari dua proyek di Pemkab Sumedang. Proyek itu senilai total Rp 25 miliar sehingga diduga commitment fee sekitar Rp 1,7 miliar.

Kedua proyek itu, yakni proyek pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan senilai Rp 4 miliar dan proyek Dinas PUPR senilai Rp 21,8 miliar. Sumber dana suap diduga berasal dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. Ahmad Ghiast diduga berperan sebagai koordinator dan pengepul dana untuk ‎memenuhi permintaan Amin Santono.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement