REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya adaptasi pendidikan di tengah disrupsi digital untuk memastikan pembelajaran tetap relevan dan sesuai standar. Hal ini disampaikan dalam Seminar Wisuda Universitas Terbuka di UT Convention Center, Tangerang Selatan, Senin.
Era disrupsi digital telah menciptakan lingkungan ketidakpastian yang sering disebut sebagai VUCA—volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. "Ini adalah era di mana banyak hal berubah dengan cepat. Banyak orang mengalami proses yang mengganggu yang kadang membuat mereka kesulitan untuk mengikuti," ujar Abdul Mu’ti.
Ia menambahkan bahwa disrupsi digital terlihat di berbagai sektor, termasuk industri di mana perusahaan runtuh karena gagal beradaptasi. Namun demikian, era ini juga membuka peluang baru bagi mereka yang mampu menyesuaikan diri.
"Kita harus terus berinovasi, karena inovasi memberikan kita keberlanjutan dan kelincahan—kemampuan untuk bertahan dan terus berkembang," tegasnya. Tanpa kedua elemen ini, katanya, kita mungkin benar-benar mengalami disrupsi digital dan semua konsekuensinya.
Untuk menghadapi tantangan ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sedang melakukan inovasi dan transformasi terkait peningkatan kualitas guru, pendekatan pembelajaran, dan kebijakan pendidikan yang lebih luas. Salah satu upayanya adalah inisiatif Presiden Prabowo Subianto untuk mendistribusikan interactive flat panels (IFPs) ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia guna memperkuat pembelajaran digital.
Melalui perangkat ini, berbagai bahan pembelajaran digital dapat diakses dan diunduh, membuat proses belajar menjadi lebih menarik. "Perubahan yang kita hadapi harus disikapi dengan langkah konkret dan inovatif—tindakan yang memiliki dampak nyata dan relevansi, membekali guru dan siswa agar mereka dapat beradaptasi dan memasuki masa depan dengan kompetensi yang mereka butuhkan," kata Abdul Mu’ti.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.