Kamis 06 Aug 2015 19:41 WIB

HRW Nilai Putusan Guru JIS di Singapura Sudah Benar

Rep: C07/ Red: Ilham
Terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta International School (JIS), Agun Iskandar saat tiba di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Selasa (26/8).(Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta International School (JIS), Agun Iskandar saat tiba di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Selasa (26/8).(Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Hak Asasi Manusia dari Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono menilai putusan Pengadilan Singapura terhadap dua guru Jakarta Intercultural School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong sudah benar. Pengadilan Singapura menyatakan dua guru tersebut terbukti tidak melakukan kekerasan seksual terhadap AL  dan telah terjadi rekayasa dalam kasus tersebut.

Menurut Andreas, Pengadilan Singapura mendasarkan putusannya berdasarkan bukti hasil anuscopi terhadap AL, siswa JIS yang diduga menjadi korban kekerasan seksual oleh Neil dan Ferdi.

"Bukti medis yang dijadikan dasar pengadilan Singapura mestinya bisa menjadi bahan pertimbangan hakim di Indonesia. Apalagi pemeriksaan medis di Singapura jauh lebih detail dan melibatkan banyak dokter ahli," ujar Andreas dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (6/8).

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis terhadap AL di RS KK Women's and Children's Hospital, tidak ditemukan adanya luka atau indikasi tertular penyakit seksual menular di lubang pelepas AL. Pemeriksaan AL dilakukan melalui proses anuscopi lengkap yang dilakukan oleh tim dokter ahli bedah, ahli anastesi dan ahli psikologi. Dengan demikian, hasilnya sangat akurat karena melalui pembiusan total sehingga lubang pelepas dapat diteliti secara cermat.

Sebelumnya, pada (16/7) Pengadilan Singapura telah menvonis DR, ibu AL bersalah dan harus membayar ganti rugi senilai 230 ribu dollar AS atau sebesar Rp 2,3 miliar kepada Neil, Ferdi, dan JIS. DR dinyatakan bersalah telah mencemarkan nama baik ketiga pihak tersebut lantaran tuduhan terhadap Neil dan Ferdi telah melakukan tindak kekerasan seksual kepada anaknya AL, tidak terbukti.

"Keadilan dalam suatu negara adalah proses. Itu tak pernah sempurna dan mati. Keadilan buat mereka yang lemah harus kita perjuangkan terus sampai mati. Jangan sampai hak Asasi kita ditindas oleh rekayasa hukum dan kekuasaan," tegas Andreas.

Dalam sidang pengadilan di Singapura juga terungkap adanya bukti pesan tertulis yang dikirim DR kepada seorang temannya yang mengomentari pemberitaan tentang kasus tersebut saat itu. Dengan jelas DR menyatakan anaknya tidak pernah mengalami kekerasan seksual lebih dari 20 kali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement