Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyebut akan terus melakukan tindakan balasan terhadap Jepang sebelum Perdana Menteri Sanae Takaichi mencabut pernyataannya tentang Taiwan.
"Pernyataan keliru Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi tentang Taiwan telah merusak fondasi politik hubungan China-Jepang. China punya banyak alasan untuk mengambil tindakan balasan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Rabu (19/11).
Pada 7 November 2025 lalu PM Jepang Sanae Takaichi di hadapan parlemen Jepang mengatakan penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan, dapat "menimbulkan situasi yang mengancam kelangsungan hidup bagi Jepang" dan menegaskan bahwa ia tidak akan menarik pernyataan itu.
Pernyataan itu dianggap dapat mendorong Jepang untuk dapat menggunakan hak bela diri kolektif jika suatu kondisi dinilai "mengancam kelangsungan hidup", meskipun Konstitusi Jepang menolak perang.
Artinya, pemerintah Jepang mengizinkan Pasukan Bela Diri bertindak untuk mendukung Amerika Serikat jika China memberlakukan blokade maritim terhadap Taiwan atau melakukan bentuk tekanan lainnya.
"Jepang perlu, pertama dan terutama, mencabut pernyataan keliru tersebut dan mengambil langkah-langkah praktis untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Jika tidak, China harus mengambil tindakan lebih lanjut," tambah Mao Ning.
Pemerintah Jepang sesungguhnya sudah mengirim Direktur Jenderal Biro Urusan Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Jepang Kanai Masaaki pada Senin (17/11) ke Beijing untuk bertemu dengan Direktur Jenderal Departemen Urusan Asia Kementerian Luar Negeri China Liu Jinsong, tapi pertemuan keduanya belum mencapai kata sepakat.
Sebagai bagian dari respons keras Beijing, pemerintah China mengimbau warganya untuk menghindari kunjungan ke Jepang dan meminta mereka yang berencana belajar di sana untuk mempertimbangkan kembali dengan cermat, dengan alasan risiko keselamatan.
Dampaknya, maskapai penerbangan China telah mengalami sekitar 491.000 pembatalan tiket pesawat tujuan Jepang sejak Sabtu (15/11) yang mencakup sekitar 32 persen dari total pemesanan.
Selain itu pada Selasa (18/11), dalam sidang ke-80 Majelis Umum PBB yang membahas reformasi Dewan Keamanan. Perwakilan China di PBB secara eksplisit menyatakan bahwa Jepang "sama sekali tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai anggota tetap Dewan Keamanan".
"Menurut Piagam PBB, DK PBB memikul tanggung jawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Jepang melancarkan perang agresi selama Perang Dunia II, yang menimbulkan penderitaan mendalam bagi rakyat Asia dan dunia dan hingga hari ini, Jepang masih belum sepenuhnya berbalik atas kejahatan perangnya," ungkap Mao Ning.
Beberapa pihak di Jepang, kata Mao Ning, terus mengadvokasi persepsi yang salah tentang sejarah Perang Dunia II, dan mereka masih memberikan penghormatan kepada Kuil Yasukuni, serta memutarbalikkan, menyangkal, dan bahkan menutupi sejarah agresi Jepang.
"Pernyataan keliru PM Sanae Takaichi tentang Taiwan secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri China dan menginjak-injak hukum internasional. Negara seperti ini tidak berada dalam posisi untuk memikul tanggung jawab memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan tidak layak menjadi anggota tetap DK PBB," tegas Mao Ning.
Terbaru, China akan menghentikan kembali impor hasil laut Jepang setelah impor produk tersebut dibuka pada 5 November 2025.
China sebelumnya menghentikan impor produk bahari dari Jepang setelah Jepang membuang air limbah olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke laut mulai Agustus 2023.