Rabu 08 Apr 2015 07:17 WIB

Pengamat: Konsolidasi di Dalam Pemerintahan Jokowi-JK Belum Baik

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Jokowi.
Foto: Antara
Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya menilai keluar dan dicabutnya peraturan presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2015 tentang pemberian fasilitas uang muka kendaraan bagi pejabat negara, merupakan sinyalemen belum adanya konsolidasi yang baik di dalam pemerintahan Jokowi-JK.

Menurutnya hal itu bisa terjadi dalam pemerintahan yang baru berlangsung sekitar enam bulan tersebut. Sebab, ia menilai konsolidasi tidak akan mudah mengingat kabinet yang dijalankan dalam pemerintahan yakni kabinet semi politik, bukan profesional.

"Menempatkan sosok Pak Jokowi sebagai orang baru dalam proses konsolidasi tidak mudah, yang merupakan konsekuensi dari kabinet semi politik dan memerlukan konsolidasi yang lebih panjang," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (7/4).

Hal itu dilihat dari belum satu suaranya presiden dan wakil presiden dengan para menteri dan staf kepresidenan dalam berbagai kasus. "Itu terlihat sekali dari bagaimana sikap menteri yang menyikapi berbagai kasus misalnya BG, APBN, dan kasus Perpres, tetapi apakah ini bisa dibenarkan? Ya nggak," ujarnya.

Oleh karenanya, hal tersebut harus segera disikapi oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, untuk menunjang berjalannya roda pemerintahan sesuai dengan visinya yakni 'Kerja, Kerja dan Kerja' harus ada pondasi yang kuat dalam proses konsolidasi.

"Bukan hanya bicara terhadap loyalitas ke Jokowi, tapi bagaimana skema kerja dan kordinasi dgn menteri terkait, terutama internal istana dalam hal ini Menseskab, Mensesneg dan Kepala staf yang harusnya betul-betul memiliki fungsi dan kompak satu sama lain," jelasnya.

Jika tiga pondasi dalam internal istana ini telah dikuatkan, Yunarto menilai hal ini juga akan dengan mudah menkonsolidasikan dengan para menteri. "Itu jadi pilarnya, bagaimana presiden memiliki 3 variabel yang kuat, kalau tiga unsur itu sudah ada perbedaan pendapat, ke depannya tentu akan sulit," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement